Silence = Misunderstand


Pagi ini matahari dengan perlahan mulai memancarkan pesonanya, menerangi bumi, memberi kehangatan dan mempercantik dunia kita dengan sejuta warnanya. Membangunkan sang jago yang akan berkokok seperti bel tanda aktifitas pagi di mulai, semua orang bangun dan segera sibuk dengan aktifitasnya pagi ini. Seharusnya hari itu semua orang sangat bersemangat, karna rasanya hari ini jauh lebih terang dari hari hari sebelumnya apalagi kalender menunjukan tanggal merah. Tapi mengapa dengan Airin?

Airin terbangun karna silau sinah mentari yang menyelinap lewat cela kecil jendela kamarnya, tapi Airin enggan beranjak dari kasurnya, nampaknya gravitasi kasur lebih besar pagi ini. Airin menarik selimutnya dan menutupi wajahnya menghalangi sinar mentari membangunkanya lagi. Namu sesaat kemudian terasa getaran di balik bantalnya yang terpaksa membuatnya terbangun sekali lagi. Ia mencari sumber getaran itu yang ternyata berasal dari ponselnya tanda pesan masuk, dibukanya pesan masuk itu dan isi pesan itu berhasil membuka mata Airin lebar lebar. Segera Airin bangun dan beranjak dari kasurnya, melihat ke arah cermin yang berada disamping kasurnya. Airin tidak merasa kaget melihat wajahnya yang berantakan saat bangun tidur, ia pun menggapai sisir dan sedikit merapihkan penampilanya, setelah itu menyalakan playlist mp3 dari ponselnya.
Sambil melakukan aktifitas paginya sama seperti kebanyakan orang di luar sana, Airin mendengarkan musik sendu yang di alunkan oleh ponselnya,mewakili jeritan di hatinya. wajah mungilnya terlihat datar tanpa semangat. Itulah yang membedakan Airin dengan kebanyakan orang di luar sana. Sepertinya mentari pagi ini mentari masih belum berhasil mengatasi rasa gelisah Airin.

Hari ini Airin mempunyai janji bertemu dengan Angga kekasih tercintanya. Tapi akhir akhir ini hubungan mereka terasa hambar, tak bertemu sekian lama karna terpisah sekolah yang berbeda dan rumah yang jauh dari dekat juga kesibukan masing masing membuat mereka jarang berkomunikasi. Kangen berat! Sebenarnya cuma itu alasan yang mendasari segala kegelisahanya. Berbagai hal negatif mulai terlintas di benaknya seperti kenapa dia ga telpon? Apa dia ga kangen sama aku? Apa Cuma aku yang ngerasa kangen? Apa dia suka mikirin aku kayak aku mikirin dia? Sampai kemungkinan terburuk pun pernah muncul di benaknya, apa dia udah ga sayang aku? Atau dia selingkuh?
Seharusnya pertemuan kali ini dapat menghapis segala kegelisahanya, karna sebenarnya dia hanya kangen berat sama Angga. Tapi telpon Angga kemarin tidak sedikitpun menggetarkan hati Airin. Entah memang karna hubungan mereka lagi hambar atau Airin terbiasa dengan telpon Angga yang mengajak bertemu. Yang jelas Airin tidak bersemangat pagi itu, apa lagi untuk bertemu Angga.

Sebenarnya Airin pun bingung ada apa denganya? Bukankah seharusnya dia bahagia? Perasaan berdebar yang dulu sering di rasakanya saat di telpon apalagi saat betemu Angga tiba tiba saja sudah tidak pernah terasa lagi, entah sejak kapan Airin pun lupa.

Airin berfikir di tengah kegiatanya bersiap bertemu Angga. Apa perasaanya juga jadi hambar seperti hubungan mereka? Airin benar benar bingung saat itu. Tiba tiba terdengar suara motor yang sudah tidak asing lagi di telinga Airin dari kejauhan. Airin segera pergi keluar rumah di lihatnya ke arah jalan dekat rumahnya, bersamaan dengan suara motor itu yang semakin jelas, munculah motor revo putih-biru dan menuju rumahnya. Senyum otomatis tersungging di wajahnya yang mungil menyadari siapa yang datang menghampirinya.
                “hai Angga” sapa Airin pada sang pengendara motor tersebut sesaat setelah motor itu berhenti di depanya. Senyum pun tersungging di wajah pria itu, sambil menggerakan dagunya seraya meminta Airin naik motornya.
                                                                                                ***

Cahaya matahari yang mulai tinggi masuk melalu cela cela dedaunan pohon yang rindang, angin sepoi sepoi menyejukan suasana. Duduklah sepasang insan yang asyik menatap langit dan merasakan tiupan angin semilir yang mengisi kesunyian diantara mereka. Beberapa saat kemudian gadis itu menundukan kepalanya sepertinya ia lelah menatap langit. Gadis itu merapikan kerudungnya yang jatuh dari posisinya sambil menghela nafas sekuat tenaga memecahkan kesunyian yang tercipta diantara dia dan pria di sampingnya.

                “Airin, kamu kenapa?” ujar lelaki yang sedari tadi masih menatap langit, memulai pembicaraan setelah lamunanya yang di buyarkan oleh hela nafas Airin yang kuat. Airin menggeleng.
                “tidak apa, aku Cuma merasa lelah”
                “apa kamu sangat sibuk?”
                “bukan lelah karna itu, aku hanya merasa lelah saja.. hehe..” tawanya pelan, namun tak dapat menjelaskan bahwa sesungguhnya ia merasa lelah dengan kesunyian diantara mereka. Mungkin karna mereka tak memiliki topik pembicaraan.
                “jangan terlalu memaksakan diri, aku juga lelah” ujar Angga yang masih menatap langit. Tidak seperti Angga yang biasa. Angga yang selalu menatap mata lawan bicaranya. Tapi ucapan Angga itu membuat Airin sangat terkejut. Jutaan pertanyaan mulai bermunculan di benaknya.
Lelah? Apa maksudnya “lelah”? “lelah” seperti apa? Lelah akan kesibukanya selama ini? Atau lelah akn kensunyian ini? Seperti apa yang aku rasakan. Apa dia mengerti “lelah” yang aku maksud? Atau yang ia maksud dengan “lelah” itu....
Jutaan pertanyaan yang muncul di benak Airin menciptakan kesunyian lagi diantara mereka. Airin masih berusaha keras mencerna kata ‘lelah’ yang di maksud Angga tadi sambil terus menatap Angga.

Angga yang sedari tadi menatap langit untuk sesaat menunduk dan menoleh ke arah Airin sebelum kembali menatap langit. Kali ini desahan nafas Anggalah yang memecahkan kesunyian itu. Dan membuat Airin tersadar dari lamunanya.
“HAAAAH~ Airin!” panggil Angga lemah yang kali ini sambil menatap mata Airin. Airin hanya membalas tatapan itu seraya memberi isyarat “apa?”
Angga menarik nafas panjang, dan mengeluarkanya dengan berat seakan berusaha mengeluarkan semua beban dalam dirinya bersama angin yang keluar dari mulutnya. Barulah iya berkata
                “Airin, kita break ya?”
Airin tak mampu membalas kata kata itu. Kata kata itu malah membuatnya membeku dan tak bisa membuka mulutnya, suaranya seakan  akan hilang untuk sementara. Tatapan matanya membesar dan tak mau terlepas dari tatapan mata Angga, seakan tak percaya kalo yang berbicara tadi adalah Angga. Otaknya mencoba mencerna kata kata itu pelan seakan iya berharap yang iya dengar tadi memiliki arti lain yang tidak semenyakitkan kata kata itu. Tubuhnya mulai bergetar seiring dengan kembalinya jutaan tanya, jutaan hal negatif dan jutaan alasan Angga yang terpikirkan olehnya. Ingin ia bertanya sesuatu tapi tidak satupun dari yang ia pikirkann berhasil keluar dari mulutnya,
                “Airin, bagaimana kalo kita break dulu?” ujar Angga menyadari jutaan tanya yang tak terucap dari mulut mungil itu. Dan ternyata kata kata itu telah menjawab dan mempertegas pertannyaan pertanyaan  Airin yang sebelumnya dan sekarang. Termasuk maksud kata ‘lelah’ tadi mungkinkah yang di maksud ‘lelah’ Angga itu adalah ia lelah dengan hubungan ini? Angga jenuh!

Semua itu telah memukul hati Airin, sebenarnya ia pingin menangis sekencang kencangnya dan menghujani Angga dengan pukulanya saking kesalnya tapi tak satupun ia lakukan. Airin tak mau terlihat lemah di mata Angga. Airin menahan segala gejolak emosinya dan berusaha bertanya,
                “kenapa harus break?kenapa ga putus aja?” tanya Airin dengan nada ketus agar Angga tak menyadari bahwa Airin sedang menahan tangisnya.
Ternyata pertanyaan Airin itu membuat Angga terkejut. Bola matanya membesar dan mulutnya sedikit terbuka. Sepertinya Angga tak pernah menyangka Airin akan bertanya seperti itu. Airin melanjutkan kata katanya.
                “kenapa harus break? Kalo break kita hanya akan mengantungkan status kita. Saling menganggap putus tapi tetap terikat perjanjian. Itu Cuma bakal bikin kita jadi lebih lama galau dan sulit untuk membuka hati kita untuk yang baru. Sedangkan kalau kita putus kita benar benar pisah tanpa ikatan perjanjian dan kita bisa bergaul dengan yang lain bahkan membuka hati kita buat yang baru. Dan jika suatu saat nanti kita masih belum bisa menemukan yang lebih baik dari kita satu sama lain, kita bisa mulai lagi dari awal. Jadi kenapa harus break?” ucapan itu keluar begitu saja dari mulut Airin, mewakili perasaanya yang bingung, kesal dan sakit hati sehingga ia mengucapkan semua yang terlintas di pikiranya saat itu. Yang tiba tiba saja kosong dengan terjawab sudah semua pertanyaanya. Sebenarnya airin gemetar sedari tadi, ia sudah tak sanggup menahan air mata yang segera pingin keluar dari tempatnya. Hatinya tersayat sayat dalam dan menimbulkan luka yang perih.
Tapi sebenarnya lubuk hatinya yang paling dalam pingin berkata “kenapa harus break? Aku masih sangat sayang sama kamu!” namun tak mampu terucap.

Angga memalingkan wajahnya dari Airin dan menatap beberapa anak kecil di hadapanya yang sedang bermain riang, seakan mereka tak peduli dengan perasaanya yang sedang sangat rapuh mengahadapi keadaan bahwa pernyataan yang iya buat berakibat lebih sakit dari yang ia bayangkan.  Gadis mungil di sebelahnya ini terlihat tegar, membuatnya juga tidak mau terlihat lemah. Mendengarkan perkataan gadis itu yang setajam pisau membuatnya berfikir berulang ulang sebelum mengatakan hal yang akan ia katakan ini.
                “oke, kita putus”

Airin sangat sangat tekejut, ternyata kata kata pahitnya berakibat jauh lebih pahit. Angga mengiyakan perkataanya, yang sesungguhnya tak mau ia ucapkan. Gemetar, airin sudah kehabisan tenaga untuk berfikir, sisa tenaganya hanya cukup untuk berkata.
                “oke” ucapan yang benar benar pelan dan lemah.

Sekali lagi kesunyian tercipta diantara mereka, mereka saling menyesali ucapan masing masing. Ingin sekali mereka memutar waktu dan meralat semuanya. Keduanya jadi lemah dalam kesunyian itu.

Airin tak lagi sanggup dalam kediaman ini, kesunyian yang memaksanya untuk lebih lama menahan air matanya.
                “Angga, aku pingin pulang” ucap Airin manis seraya meminta Angga mengantarnya pulang. Bukanya tidak tau malu, udah putus meminta diantar pulang, tapi Airin punya lasan lain.
Angga segera merogoh sakunya dan mengeluarkan kunci motor dari sana. Melemparnya dan menangkapnya lagi sebelum berdiri dan mengulurkan tangan pada Airin seraya mengajaknya pulang dengan senyum yang tak kalah manis. Senyum itu mungkin sisa kekuatan mereka yang berhasil mereka kumpulkan selama kesunyian itu berlangsung.
                                                                                                ***

Airin menatap punggung Angga dari belakang, Angga sedang sibuk mengendarai motornya menujua arah rumah Airin. Inilah alasan Airin mengapa ia minta diantar pulang, mungkin ini saat terakhirnya Airin dapat bersama Angga, laju motor serasa lambat. Airin asyik menatap punggung kekar itu dari belakang selagi mengingat semua kenangan yang pernah terjadi diatara mereka, mulai dari pertama bertemu, saat Angga menembaknya, saat kencan, dan hari ini. Air mata yang dari tadi ia tahan keluar begitu saja seperti tahanan yang di kurung bertahun tahun, begitu di bebaskan akan langsung pergi jauh. Air mata Airin mengalir deras tanpa suara, selama Airin masih di bonceng Angga, Angga tak akan melihat muka Airin yang menangis. Begitulah pikir Airin.

                                                                                                ***

“di sini aja ga!” pinta Airin pada angga untuk menghentekian jalan di jalan dekat rumahnya, dari sini rumah Airin terlihat jelas, tapi juga berjarak lumayan jauh. Hanya saja tidak ada rumah atau pohon yang menghalangi.
Angga menghentikan motor revo putih birunya sesaat kemudian, ia pingin bertanya “kenapa disini?” tetapi kepalanya di tahan Airin dari belakan sehingga ia tidak dapat menoleh dan melihat wajah Airin.
“tutup matamu!” pinta airin.
Angga mematuhinya dengan tanya tanya di kepalanya. Airin turun dari motor Angga, dan menatap wajah angga yang terpejam, Airin tidak mau Angga melihat matanya yang sembab sehabis menangis sepanjang jalan tadi. Wajah Airin mendekata wajah Angga, pingin rasanya Airin mencium pipi Angga. Tapi ia takut rasanya akan jadi lebih sakit lagi, maka ia urungkan niatnya dan segera berbalik badan memunggungi Angga.
                “ga, aku pulang dulu ya, makasih buat segalanya” ucap Airin manis, tanpa menatap Angga dan segera pergi ke rumahnya sambil berlari.
Angga membuka matanya, saat ia menyadari Airin pergi, menatap punggung Airin yang pergi meninggalkanya sanagatlah membuatnya sakit. Air matanyapun mulai membasahi pipinya, sambil menatap kepergian Airin semua kenangan tentang mereka berdua terlintas di benaknya.
                                                                                                ***

Tiga jam berlalu, habis sudah tenaga Airin untuk menagis di kamarnya, membayangkan Angga pergi dari hidupnya. Dan di luar sana sebuah motor masih terparkir manis di pinggir jalan dekat rumah Airin, seorang pria yang duduk di atasnya masih terus menatap rumah Airin, tepat di lantai dua kamar Airin. Dan menyadari sudah tiga jam iya menunggu akhirnya Angga menyalakan mesin motornya dan beranjak dari posisinya. Mendengar suara motor yang tak asing di telinganya itu, Airin langsung pergi keluar melihat ke arah jalan, berharap itu memang motor Angga, tapi ia tidak menemukan apapun disana.

Komentar

Populer