It's Me #3



Sabtu, minggu pertama masuk sekolah setelah bulan puasa, aku bolos sekolah untuk main ke pangandaran bersama keluargaku. Mungkin aku belum terbiasa sekolah pada hari sabtu, karna sekolah sekolahku yang dulu meliburkan hari sabtunya. Sejak beberapa hari sebelumnya, aku sedang dekat dengan seseorang, bukan dari sekolah baruku, bukan juga baru dekat kali itu. Tapi kami menjadi dekat lagi setelah sekian lama lost contact. Dia adalah Rizky, sahabat sekaligus orang yang pernah kusuka sewaktu aku di cimahi, awalnya kami suka berbagi cerita. Menjadi teman curhat dimana ia selalu menceritakan padaku tentang pacarnya atau kecengan barunya dengan penuh kepercayaan padaku. aku memang pernah mengecewakanya, dengan bercerita pada sahabat ku yang lain, namun dalam konteks berbeda yaitu betapa aku sakit hati setiap ia menceritakan hal itu. Tapi semenjak itu kami jadi jauh, walau di kelas berikutnya kamu duduk sebangku, tapi kami jarang sekali mengobrol. Walau sering sekelompok sikapnya padaku selalu saja berbeda. Ia selalu bisa tersenyum dan tertawa bahkan menjahili oranglain tanpa ampun, tapi hanya padaku ia tak melakukan semua itu. Aku merasakan dinding tebal di antara kami.
Dan malam itu, malam minggu. Saat aku sedang merebahkan badanku di atas kasur sebuah bungalow di depan pantai yang telah keluargaku sewa untuk malam ini. Aku mendapatkan penjelasan atas pertanyaanku selama ini. “kenapa kamu begitu berbeda saat denganku?”
Singkat cerita ia mengatakan bahwa, sejak dulu ia telah menyukaiku, awalnya merasa nyaman saat bercerita padaku tapi lambat laun ia jadi memperhatikanku, dan saat ia sadar perasaannya padaku, aku sudah ada yang punya. Ia memendam perasaanya padaku selama ini, mencoba menahan diri untuk bisa dekat denganku. Dan ia selalu jadi salah tingkah di depanku sehingga ia tak pernah lagi menjahiliku. Dinding tebal yang aku rasakan saat itu memang sengaja ia ciptakan untuk membendung perasaanya. Dan dinding itu runtuh ketika ia tahu aku akan pindah, keberanianya memerintahkannya untuk menyatakan perasaannya padaku, terlebihlagi saat ia tahu aku baru saja mengakhiri hubunganku dengan kaka kelas itu, tapi ia terlambat lagi. Saat itu tiba tiba saja ia tahu bahwa sahabatku yang lain, Fire. menembakku dan kami pun jadian. Sebuah hubungan yang seharusnya tak terjadi. Maka ia menggunakan kesempatan kali ini ketika aku pun telah putus dengan Fire secara damai, untuk mendekatiku, ia tak mau langkahnya tersusul orang lain lagi. Tapi usahanya itu gagal, karna mungkin perasaan cinta ku dulu padanya sudah dengan susah payah dan berhasil aku ubah menjadi rasa sayang pada sahabat, karna aku ingin dekat denganya sebagai teman, seperti sebelum perasaanku merusak hubungan antara kami sebelumnya, sehingga aku tidak bisa menerima kehadiranya sebagai seorang kekasih. Tapi aku merasa lega, akhirnya aku tahu alasanya menjauhiku.
Dan setelah malam itu pun, kami tak pernah saling berbalas pesan lagi.

Sepulang aku dari pangandaran pada hari minggu malam, aku langsung merebahkan badaku di atas kursi yang telah beralih fungsi menjadi kasurku. Tidak bisa tidur, sedikit menyesal menolak seseorang yang dulu pernah aku sayangi, pernah dekat dengan mu, pernah menjauhimu dan setelah mengetahui alasanya yang membuat hati terenyuh. Tapi aku merasa lega, karna akhirnya pertanyaan berbulan bulan yang membayang di otaku setiap bersama denganya  telah terjawab.

Esoknya senin di sekolah, aku mendapat kabar jika posisi bangku di acak dan akan di pindah secara berurutan setiap harinya. Aku duduk di bangku paling belakang hari senin itu, ternyata seseorang yang akan duduk di depanku adalah Opal. Betapa senangnya hatiku, beberapa rencana sudah terbayang seputar, setiap hari menanyakan pr, sering sekelompok dan  yang paling penting bakal sering ngobrol sama dia. Dan selama di XI A 5 posisi bangku kami tak akan berubah jauh.It

Komentar

Populer