FIRE
IT MUST BE NEVER HAPPEN
Aku bertemu dengan mu, mungkin sudah di takdirkan.
Dan mungkin angka 3 adalah bagian dari takdir kita.
Semakin ku pikirkan, semakin banyak angka 3 yang
menghubungkan kita.
Salah satunya adalah 3 pada bulan Juli 2012.
Jika saja hari itu tidak pernah ada dalam takdir kebersamaan
kita, mungkin saja pada angka 3 selanjutnya tidak akan ada yang tersakiti
diantara kita.
Jika saja hari itu aku tidak di butakan oleh keegoisan cinta
pasti rasa sakit kini tidak akan aku rasakan sekarang.
X IPA 3
Tempat dimana aku bertemu dengan..
“FRANS DE VIJAI”
nama yang asing di telingaku saat itu. Pertanyaan pertama yang terlintas di pikiranku saat melihat namanya dalam daftar nama
siswa di kelasku adalah “orang dari
mana dia?”
Nama itu terdiri dari 3 kata yang unik, kata “DE” menambah
rasa keingin tahuanku tentang
seserang yang memiliki nama yang unik itu.
Tak ku sangka orangnya sangatlah menarik, terutama saat kita
sudah saling mengenal dan menjadi sangaaaat
akrab.” Tapi tak mungkin lebih dari itu.” Melihat namanya saja kita sudah tahu
bahwa dia tak seiman denganku, tapi harus aku akui selama aku mengenal dia
sampai seterusnya dia memang bukan
orang biasa dalam hidupku. He is Special
Person for me.
Entahlah setiap bertemu dia aku langsung jadi bersemangat
dan hari hariku di sekolah jadi sangat aku nantikan. Bahkan setiap libur selalu
ada event yang bisa mempertemukan kita. Entah di sengaja atau kebetulan, ya
walaupun dominan di sengaja.
Maka aku panggil dia “FIRE” selain menginisialkan namanya,
kata “FIRE” itu juga melambangkan kehangatan dari dirinya dan semangat membara
yang aku rasakan setelah bertemu dirinya.
He is my moodmaker.
Yang paling aku suka dari dirinya adalah his smile. Tingkahnya yang sangat
atraktif dan caranya melakukan sesuatu selalu membuatku tertawa. Setiap aku
sedang down karna masalah dengan ‘seseorang’-ku dia yang membuat aku berani
bersemangat untuk menyelesaikan masalahku, meski ia tidak tahu.
Saat
itu 12 juni, 2 hari setelah hari ulang tahunya. Di mana aku sedang benar benar down
karna masalahku dengan seseorang-ku yang ingin aku selesaikan saat itu. Memang
saat itu yang menghiburku tidak hanya dia, tapi dialah yang terakhir
menghiburku. Ia mengantarku ke gerbang sekolah seraya mengantarku ke gerbang
pertempuran untuk menyelesaikan masalahku. Ya berkat bantuanya aku jadi ‘SIAP’
menghadapi masalahku. Sudah ku ucapkan “terimakasih” karna ia telah mengantarku
tapi ia tak tahu betapa besar maksud ucapan terimakasihku itu. Mungkin bagi dia
itu hanya ucapan basa basi, tapi aku sungguh sungguh mengucapkanya dari hati.
Sekali lagi, TERIMAKASIH JAY!
Tapi ada juga yang aku tak suka darinya, aku tak suka saat
melihat dia muram. Aku sangat tidak suka melihatnya sedih. Wajah nya berbah 180
derajat saat ia sedih. Ya dia
moodmaker-ku jadi saat ia down aku pun jadi down. Aku ga kuat melihat wajahnya
seperti itu.
Saat
itu class meeting, kelasku mengikuti lomba futsal dimana ia menjadi keepernya.
Ia sangat hebat harus aku akui aku ga pernah liat keeper sehebat dia di
lapangan futsal. Ya mungkin karna aku hanya menonton futsal saat classmeeting di sekolah. Hehe..
Setelah pertandingan pertama semua orang bahagia tapi
beberapa saat kemudian aku bertemu denganya dengan ekspresi yang sangat aku
benci, di benar benar suram. Terduduk lemas sambil bersandar di dinding koridor
depan psb di temani teman-temanya yang berusaha menyemangatinya namun tak
berhasil, ditambah kata kata temanya yang memintaku menggantikan posisi keeper
untuk futsal yang sangat konyol. Aku pikir telah terjadi sesuatu, aku benar benar
khawatir. Dan esoknya,
Ya tapi hari itu takdir berkata lain dari hari kemarin, saat
itu ia datang kesiangan alhasil kelas kita kalah, padahal tak ada satu orangpun
yang menyalahkanya tapi dia benar benar merasa bersalah, mukanya suram benar
benar bikin aku sedih. Aku benar benar tak suka melihat wajah muramnya. Karna
sepertinya aku tidak berguna saat itu, dia selalu berhasil membuatku bangkit,
sedangkan aku ga bisa berbuat apa apa untuknya.
Dan aku ga mau melihat wajahnya suram lagi.
Saat ada kabar bahwa aku akan pindah ke luar kota, aku
sangat terpukul. Begitu berat dalam otak dan hatiku memikirkan saat aku
berpisah dengan orang orang yang aku sayang di kota ini, ya dan wajahnya pun
menjadi salah satu wajah yang teringat di pikiranku. “akankah disana aku
menemukan orang sepertinya?” aku tak mau memberi tahu siapapun kecuali
sahabatku terlebih dahulu, tapi entah kenapa tekad itu musnah saat aku
bersamanya. Dialah orang pertama yang tahu tentang kepindahanku. Namun setelah
dunia tahu aku akan pindah, aku jadi sering melihat wajah suramnya. Meski ia
tak pernah menujukanya padaku tapi tak sengaja aku selalu menemukan kesedihan
dalam senyumnya untukku. Rasanya selalu berat untuk pulang ke rumah dan
berpisah denganya untuk sehari saja. Tak terbayang gimana rasanya jika aku
benar benar berpisah denganya.
Saat aku tau bahwa ia menyukaiku aku sudah memikirkan sebuah
jawaban jikalau saat itu benar benar terjadi. “aku akan menolaknya karna
perbedaan agama dan kepindahanku” itu tekadku. Karna aku tahu dia akan sedih
saat aku pergi nanti.
Tapi tanggal 3 bulan juni itu benar benar jadi hari
bersejarah buat kita. Saat ia menyatakan perasaanya padaku, bodohnya aku saking
senangnya aku mengambil keputusan yang akan membuat ia sakit berkali kali
nantinya. Jika saja aku tidak menerima cintanya hari itu mungkin dia hanya akan
down hari itu saja, dan mungkin lukanya tak akan sedalam nanti. Tapi sungguh
aku egois aku ingin memilikinya walau hanya sebentar. Aku ingin dia bahagia
saat status yang membuat pembatas diantara kita menipis. Aku benar benar egois
aku melupakan kebahagiaanya di masa depan.
7 juni, memang terlalu cepat untuk aku akhiri, di saat
keraguanya terjawab di 6 juni tapi tanggal 7 juni aku malah menyuguhinya dengan
masalah lain. Saat aku mengajaknya membicarakan masalah itu, wajahnya suram
lagi. Aku ga tega dan kita tetap melanjutkan hubungan kita. Dan lagi pula aku
pun masih tak rela hubungan itu berakhir.
7 agustus, sekali lagi aku menyuguhinya dengan masalah yang
sama. Tapi ia selalu bisa membuatku tak sanggup membuatnya sedih. Seraya aku
takut memecahkan gelas kristal yang sangat indah yang melambangkan hubungan
kita sebelum 3 juni.
Semakin hari, saat aku sudah berada nan jauh darinya, aku
semakin menyukainya. Ia selalu bisa merangkai kata kata yang membuat hatiku
berdebar. Dan jarak diantara kami selalu menyiksaku. I Miss Him So Much. Tiap aku tersipu membaca pesan darinya, saat
itu juga aku merasa sedih karna saat itu juga aku ingat ia tak seiman denganku.
Masalah yang sudah sekian kali aku bicarakan denganya, masalah yang selalu
berhasil ia tepis dengan sejuta alasan. Alasan yang masih membuat hubungan ini
tetap berlanjut. Bisakah kalian bayangkan rasanya perasaanku yang merasakan dua
hal sekaligus. Jika di bilang hubungan ini tidak serius maka kita masih bisa
terus menjalaninya selama kita mau sebelum masalah itu benar2 menjadi
pertanyaan masa depan kita. Tidak aku tak bisa. Aku takut nanti aku tidak mampu
melepasnya. Karna perasaan ku saat ini pun sudah cukup membuatku gelisah.
Sudah aku coba melirik sosok lain, mencari seseorang yang
lain, yang sekiranya mampu membuatku berpaling. Tapi justru dengan cara itu aku
selalu membandingan orang orang tersebut dengannya yang membuatku malah jadi selalu
mengingat dirinya.
10 Agustus, aku putuskan untuk menyudahi kegelisahanku. Aku bulatkan
tekadku bulat bulat. Jika sudah 2 kali sebelumnya aku gagal memutuskanya dengan
cara yang baik, aku akan memintanya memutuskanku. Aku bahas lagi masalah itu
denganya, begitu pula ia menolak dengan
memberiku banyak alasan, perasaan sedih dan tidak tega membayangkan
kesedihanya di luar sana sudah membayangiku. Tapi tekadku kali ini benar benar
sudah bulat, tidak bisa aku tunda lagi. Aku mengucapkan kata kata yang benar
benar menyakiti hatinya, membuatnya kehabisan kata kata, meski sebenarnya jika
ia tahu saat itu aku sedang menangis keras di kamarku sehingga aku tak bisa
membalas pesanya dengan cepat, karna sibuk menyembunyikan teriakanku di balik
bantal dan selimut serta suara musik yang keras dari handphone ku. Hingga akhirnya
aku tertidur kelelahan di dalam selimut. Paginya aku menemukan jawaban darinya.
Akhirnya ia mensetujui permintaanku untuk mengakhiri hubungan itu. Dan kita
berjanji untuk tetap menjadi sahabat seperti sebelum hubungan ini berlangsung.
11 agustus, hubunganku denganya berakhir. Aku tidak lagi sedih aku merasa
sangat lega, apalagi walau hubungan kita berakhir tapi perlakuannya padaku tak
berubah. Kita tetap akrab. Dan kita masih suka berbalas surat. Meski seiring
dengan waktu aku kita mulai kehilangan kontak. Aku tahu itu akan terjadi, tapi
aku ingin menyampaikan padanya. THANKS FOR EVERY THING, you give me a lot of
things to learn, fill my day and i want you to know, YOU ARE MY MOOD MAKER FOREVER :)
Komentar
Posting Komentar
Tinggalkan komentar agar penulis semakin semangat ya, terimakasih sudah berkunjung :)