Epilog untuk Prolog
Saat itu matahari
penuh semangat menyinari bumi dengan sinarnya membuat suhu di bumi meningkat
namun sebaliknya siswa siswa daci tak sesemangat sang mentari dan jadi malas
karna kepanasan. Seusai ulangan PD dan beberapa remedial yang mereka hadapi
hari ini, cukup membuat otak mereka ngebul, di tambah panas cuaca siang ini
membuat mereka semua menghabiskan waktu di kelas yang berAC menonton film horor
di infokus bersama sama. Tapi tidak semua siswa di kelas ipa titut menonton
film, sebagian ada yang sibuk dengan laptopnya masing masing dan ada yang sibuk
menghias kue. Seperti Tari, Tari membatu temanya Arum menghias kue untuk
ayahnya di rumah. Seusai mereka menghias kue dan film horor itu selesai, semua
siswa bersiap siap pulang, dengan malas menghadapi panas di luar sana mereka
berdiri dari bangku masing masing dan berharap segera sampaii rumah tanpa
merasakan panas di luar sana. Sehingga mereka bergegas keluar kelas dan pulang,
tapi tidak dengan Tari, Tari bukanya tidak ingin pulang, atau masih semangat di
sekolah melaikan Tari punya janji dengan Putra untuk bertemu siang itu. Putra
adalah pacar Tari tapi sudah lama hubungan mereka tidak baik, mereka memang
tidak bertengkar ataupun lost contact namun dalam hati mereka sepertinya sudah
lelah satu sama lain atau mungkin bisa di gambarkan karna sekolah yang berbeda
dan kesibukan masing masing membuat mereka jarang bertemu, dan di sekolah
masing masing mereka menemukan orang lain. Atau bisa juga kita sebut dengan
status kosong.
Saat semua teman
perempuan Tari pulang, Tari masih luntang lantung di kelas. Melihat di kelas
hanya tinggal beberapa orang cowo yang sibuk dengan laptopnya. Salah seorang cowo disana menghampiri Tari
dengan tampang jahilnya dan menyembunyikan tawa. Tari sudah tau apa yang akan
cowo itu lakukan, Tari mundur pelan pelan, yang tadinya wajahnya gelisah antara
pingin pulang dan janji, mendadak berubah jadi wajah memelas dan memohon tahu
apa yang akan di perbuat cowo itu. “Di, mau apa?” ujar Tari sambil meletakanya
di depan sebagai tameng.
“kenapa ga pulang?” ujar Adi mendekati
Tari dan Hap! Memegang leher Tari, ia tau Tari paling ga suka lehernya di
pegang. Geli. Yah Adi berhasil membuat
mood Tari naik lagi, Adi dan Tari hanya teman sekelas yang memang sangat
terlihat dekat. Akibat dari keusilan Adi, Tari pernah berfikir kalo Adi
memiliki perasaan padanya tapi ternyata, tidak mereka hanya sekedar teman. Karna
Tari punya pacar, tapi tidak ada yang tahu itu kecuali Widi sahabatnya dan
beberapa teman cewenya yang lain. Di kelas yang lumayan sepi itu, Tari di bully
Adi habis habisan, Adi selalu punya banyak cara untuk membuat Tari menjerit.
Sepertinya Adi suka melihat Tari yang tersiksa, tapi sebenarnya Tari juga tidak
tersiksa entah kenapa Tari selalu merasa senang saat Adi menjahilinya. Beberapa
cowo di kelas mulai mengejek mereka salah satunya Arta “Ri, Di inget kalian itu
masih SMA” kesan dari kaliamat yang terucap oleh Arta itu seperti Tari dan Adi sedang melakukan
hal tidak senonoh, padahal mereka hanya kejar kejaran di kelas. Ya Arta memang
kadang suka melebih lebihkan, bukan Arta saja yang berlebihan tapi ada juga
Jay. “Jadi sekarang kamu sama Adi?” ujar Jay dengan wajah sedih yang di buat
buat, Jay juga sebenarnya dekat dengan Tari. Mereka suka berakting membuat
drama kecil seperti sinetron yang menokohkan mereka sebagai sepasang kekasih
yang sedang bertengkar dikala melihat salah satu diantaranya bersama orang lain
baik sesama ataupun lawan jenis. Banyak juga yang terkecoh dan menganggap drama
yang mereka mainkan itu sebenarnya sungguhan, tapi sebenarnya itu hanya sekedar
main main. Kadang Jay juga suka membully Tari. Karna Jay dan Adi sama sama
jahil. Tapi siang itu Jay sedang sibuk dengan game trackmania yang di bawa
Arta.
Sesekali Tari
melihat hpnya dan membalas pesan yang masuk, itu membuat Adi jadi kepo. Adi
yang jahil merebut hp tari dan memaksa membaca pesan. Tari berulang kali
mencoba merebut dan mencegah Adi. Tapi tidak berhasil, tiba tiba pesan masuk.
Adi membuka pesan itu dengan tangan kirinya sedangakan tangan kanannya menahan
Tari untuk merebutnya, Adi membacanya denga keras dan tiba tiba saja melemah
saat mendapati tulisan “kaka” panggilan Tari untuk pacarnya Putra, ya itu pesan
dari Putra, sedari tadi Tari sedang berbalas pesan dengan Putra menetukan
lokasi bertemu. Wajah Adi berubah dan tiba tiba memberika hp itu pada Tari dan
menghampiri Arta dan Jay. Entah kenapa, ia meninggalkan Tari tanpa sepatah
katapun.
Setelah hari
makin siang, dan udara makin panas, akhirnya cowo cowo itu memutuskan untuk
pindah lokasi, ke tempat yang lebih teduh dan dinging ruang kelas ips. Aku ga
mau ngikutin mereka walau sebenarnya aku kesepian, aku juga ga mau pulang karna
masih punya janji dengan Putra. Dan Tari punya misi, dua hari kemarin Jay ulang
tahun. Tari telah menyiapkan kado tapi bingung mau memberikanya, mana belum di
bungkus lagi. Tas Jay masih tersimpan di kelas, Tari menyiapkan secarik kertas
untuk ucapan, matanya menatap pintu takut seseorang memergokinya, benar saja
Jay kembali dan mengambil tasnya. Tari gagal memasukan kado kedalam tas Jay
diam diam. Tari langsung meremas kertas itu dan menyimpanya di saku baju.
“kamu lagi ngapain ri?” ujar Jay penuh perhatian.
“gpp, males pulang aja ga ada temen hehe” ujar Tari serbasalah.
“gpp, males pulang aja ga ada temen hehe” ujar Tari serbasalah.
“haduh kasian bgt sih” Jay menepuk nepuk bahu Tari pelan.”ya udah
hayu ikut aku” ajak Jay pada Tari sambil menarik tangan Tari. “kok tangan kamu
panas?” ujar Jay lagi. Tari tau semua perlakuan Jay ini hanyalah sebuah
permainan drama yang sering mereka mainkan. Tapi tidak hanya sekali perlakuan
Jay membuat Tari berdebar.termasuk kali ini, buat apa Jay memainkan drama denganku jika tidak ada yang melihat?
Ucap tari dalam hati. Jay menarik tangan Tari dan merangkulnya mengajaknya
keluar kelas.
Gugup. Tari yang
sedari tadi hanya berjalan berdua dengan Jay tanpa bicara memberanikan diri
untuk mengutarakan sesuatu,
“Jay, sebenernya aku punya kado loh
buat kamu. Mau ga?” ujar Tari dengan wajah ceria, menyembunyikan kegugupanya.
Baru kali ini iya memberi hadiah pada cowo selain kecenganya waktu SMP. Ya Jay
bukan kecengan Tari tapi Tari memang sedikit tertarik dengan Jay, mungkin ini
juga faktor yang mebuat Tari dan Putra tidak harmonis.
“wah iya?apa?” Jay terlihat kaget.
Sepertinya ini kali pertama Jay mendapat kado dari cewe secara langsung.
“ada deh, mau ga?” ujar Tari sekali
lagi membuat Jay kepo.
“maulah. Apa? Mana? Ujar Jay tak
sabar.
Tari meraih tas
punggungnya dan membuka kantung paling besar, mengeluarkan benda coklat
berbentuk panjang bergias seleting melingkar berwarna abu. Tempat pinsil. Kado
dari Tari adalah tempat pinsil anyaman yang bisa di buka dengan seleting secara
melingkar. Warnakalem cocok untuk cowo. “nih” Tari memberikanya pada Jay.
Jay menerimanya
ragu. “bener nih?”
“bener! Mau ga? Kalau ngga balikin
lagi!” ujar tari ketus seakan ga apa apa kalo jay ga nerima.
“mau kok! Tapi bener ini buat aku?”
ujar Jay masih ragu.
“beneer~! Happy Birthday ya maaf
telat hehe..” ujar Tari di hadapan Jay sambil berjalan mundur. Akhirnya mereka
sampai di kelas ips, tempat Jay ngumpul bersama Arta dan Adi yang sudah duluan
tadi. Harusnya mereka berpisah di situ tapi jay bertanya sekali lagi di ambang
pintu kelas ips
“bener? Makasih yaa” ujarnya masih
dengan ragu
Tari bingung, apa
Jay sebenernya ga suka hadiah itu? Ya emang murah sih. Tapi Tari ga mau bikin
Jay GR. Sebenernya Tari bisa aja ga
ngasih kado untuk ultah Jay, tapi Tari selalu merasa Jay adalah orang yang
spesial. Untuk membuat jay ga ragu, Tari mengucapkan satu permohonan.
“mau terima kasih? Anterin aku sampe
gerbang yuk!” ajak Tari sebagai syarat.
Tadinya Tari Cuma
bercanda, tapi Jay bilang “yuk!” mereka tidak jadi berpisah. Mereka kembali
berjalan bersama menuju gerbang menjumpai beberapa orang yang mereka kenali
yang memoyoki mereka salah satunya Sari “Acieee~ tuh kan Jay sama Tari” mereka
hanya membalasnya dengan tawa, aneh. Seharusnya mereka mengelak tapi tidak
seorangpun dari mereka membantahnya meskipun kabar itu tak benar. Setelah
menuruni tangga kami di pergoki teman kami yang lain Aul “Aciee~ Tari sama Jay”
sepertinya pemandanga mereka jalan bareng itu hal yang aneh bagi banyak orang.
Padahal mereka biasa aja. Iseng, tari menghampiri Aul “ul cemburu? Tenang Jay
masih sama kamu kok!” ujar Tari sambil tertawa kecil. Tapi Aul malah
menjawabnya dengan tenang “bukan ai kamu tapi si Adi yang cemburu” Tari sempat
bingung tapi segera mengabaikanya dan pergi bersama Jay. Sampai di gerbang
mereka pun berpisah.
Semua itu cukup
membuat mood Tari jadi bangkit, setiap kali bertemu Jay moodnya selalu jadi
baik. Jay adalah mood maker Tari. Hari ini mood tari sudah turun tapi di
perbaiki oleh Jay dan Adi tadi.
Saatnya Tari
menghadapi masalahnya yang tadi membuat moodnya turun. Putra.
Sampai di rumah
Putra mengirim sms pada Tari
“De kita
ketemuanya jam setengah 2 ya? Di depan gerbang komplek”
Langit yang sangat terik dan cuaca yang sangat panas sebenarnya
membuat Tari merasa malas, tapi ia harus menegaskan hubunganya dengan Putra
bagaimana pun juga. Dan menyampaikan padanya sebuah berita penting.
Tari berangkat tepat ketika mendapat sms selanjutnya dari Putra
“De, kaka udah nyampe”
Langit memang terlihat sangat cerah dan terik, cuacanya juga panas
tapi entah kenapa hujan turun dan tidak kecil tapi lumayan deras. Tari pergi
dengan membawa payung, jalan kaki menuju gerbang kompleknya. Ketika hampir
dekat dengan gerbang komplek motor beat merah menghampirinya. Putra, motor itu
bukan motor Putra, mungkin Putra meminjam dari temanya. Karna hujan mereka harus berteduh di depan
sebuah mini market. Awalnya mereka berbincang seperti biasa sedikit bercanda
dan tertawa tapi itu semua hanyalah sekedar basa basi belaka. Akhirnya Tari
memberanikan diri menanyakan sesuatu “kak, mau ngomong apa? Katanya ada yang
mau di omongin?” tanya Tari walau ia tahu apa yang akan Putra bicarakan.
“ade dulu aja
deh, ade juga ada yang pingin di bicarin kan?” ujar Putra dengan wajah
cengengesan. Itulah yang selalu membuat Tari sebal dengan Putra karna Putra
selalu menujuk Tari lebih dulu. Memang ledies first tapi bukan untuk urusan
ini. Itu ga gentle! Tari malas berdebat akhirnya ia memutuskan untuk meberi
tahu berita penting yang ingin ia sampaikan dulu.
“ya udah ade
dulu. Bulan ini ade bakal pindah ke Tasik” Tari mengucapkan itu sambil duduk di
tangga depan minimarket itu. Hujan seperti mewakili perasaan Tari yang tak
tampak dari raut wajahnya yang keburu sebal.
Wajah Putra tiba tiba saja
berubah tegang, nampaknya ia terkejut tapi nada bicaranya tidak berubah tetap
tenang.
“ikut ayah?
Kapan?”
“akhir juni atau
awal juli”
“oh, semuanya
pindah?”
“iya”
“harusnya tadi ke
rumah ade ya sekalian pamitan hehe..”
Ucapan itu membuat Tari sangat merasa kecewa, Putra sama sekali
tidak menahan Tari pergi. Tidak seperti teman temannya, membuat Tari yakin akan
melanjutkan perkataanya. Tapi Tari ingin memastikan bahwa yang akan ia katakan
itu sama dengan yang akan Putra katakan.
“jadi kamu mau
ngomongin apa? Aku udang ngomong nih”
“Cuma itu aja?
Ada lagi?” ujar Putra menyebalkan
“iya!” ujar tari
ketus dan membuat Putra sadar kalau Tari sedang sebal, barulah Putra memasang
wajah seriusnya.
“mmm, gini
sebenernya, apa sih tujuan ade pacaran sama kaka?” Putra duduk di samping Tari,
sambil memeluk helmnya. Tari bingung harus menjawab apa. Tak pernah
terbayangkan pertanyaan itu akan keluar dari mulut Putra.
“tujuan? Mmm~”
tari berfikir keras FAILED. “ga tau, ade juga tanpa alasan suka sama kaka, jadi
ga ada tujuanya. Paling Cuma buat seneng seneng.”
“menurut ade,
gimana pandangan orang ngeliat kita pacaran?” pertanyaan kedua dari Putra
“mmm, maksudnya?”
tari semakin bingung, dengan pertanyaan pertanyaan Putra
“mmm, misalnya
gini, gimana pendapat ade kalo ngeliat orang lagi pacaran?” jelas Putra
“gak gimana
gimana.” Jawab Tari masih bingung
“giniloh, kaka
tuh ga mau sampe ada orang yang bilang kalo ade itu, centil, nakal, atau gimana
karna pacaran sama kaka.”
“emang ada yang
bilang gitu?”
“ngga, jadi gini
ade ga mau ade dosa karna kaka, ya walau pun kita ga ngapa ngapain tapi ade tau
kan dalam islam itu..”
“pacaran
dilarang” putus Tari, akhirnya Tari sadar maksud Putra
“nah gtu”
sebenarnya Putra belum selesai, tapi Putra tak mau menyelesaikanya
“ada satu hal lagi yang pingin ade omongin kak.” Ujar Tari
“apa?”
“Ade mau pindah
ke tasik, kita aja yang udah beda sekolah susah banget ketemunya apa lagi beda
kota kak? Jadi hubungan kita ini mau di lanjut apa..... udahan?” sebenarnya
Tari berat mengucapkan semua itu, sebuah kalimat yang menyatakan untuk
mengakhiri sebuah hubungan secara halus. Di dukung Tari sedang flu sehingga
suaranya sedikit serak seperti orang menangis, dan hujan yang menjadi
background pembicaraan mereka.
“mm, ade maunya
gimana?” tanya Putra yang menurut Tari itu merupakan pertanyaan konyol. Satu
hal lagi yang Tari ga suka dari Putra. Semua keputusan selalu ia serahkan pada
Tari.
“dalam sebuah
hubungan, harus ada keputusan dari kedua pihak gimana sih!” ucap Tari sebal.
“iya, nanti kalo
ade udah ngomong kaka kasih tau pendapat kaka.” Tari semakin merasa sebal Putra
benar benar tak mau kalah. Bahkan untuk saat terakhir ini. Tapi Tari tetap
mencoba lembut, “sebenernya ade mau lanjut tapi sikon ga mendukung, ade ga mau
ngekang kakak dengan status ini kalo aja kaka di cimahi ketemu seseorang tapi
ga bisa karna status ini. Begitu juga ade ga mau di kekang” jelas Tari sejelas
mungkin.
“jadi ade maunya
lanjut apa udahan?” pertanyaan konyol itu keluar lagi dari mulut Putra.
Tari menarik nafas dalam, menahan rasa sebalnya dan mengumpulkan
tenaga untuk mengucapkan hal yang menurutnya berat. Walau ia pernah mengucapkan
ini pada mantanya tapi ini terasa lebih sulit, karna langsung dan hubungan ini
tidaklah sebentar, sehingga butuh berfikir keras untuk benar benar
mengakhirinya. “......Udahan” berhasil Tari berhasil mengucapkanya dengan mata
tertutup.
Selanjutnya Tari menatap Putra. Menanti reaksi Putra. Putra
menyembunyikan mukanya dalam helm di pelukanya sebentar. Nampaknya ia sedang
berfikir atau mencari kata kata yang tepat.
“ya, tujuan kaka
kesini juga sebenernya untuk itu, tadi kaka nanya soal tujuan ade pacaran sama
kaka, pendapat ade pacaran, sama pendapat islam kan?” ujar Putra sambil menatap
rintikan hujan yang mulai mereda di hadapanya.
“ya” ucap Tari
hanya sekedar memberi isyarat bahwa ia
sedang mendengarkan. Sebenarnya Tari sudah tahu arah pembicaraan ini.
“ya kaka juga
maunya kita udahan aja, kaka ga mau ade nanggung dosa karna kaka............”
Tari tak mau mengingat semua ucapan Putra. Inti pembicaraan ini sudah pasti.
Hubungan mereka benar akan berakhir. Setelah peristiwa penembakan di tengah malam malam 21 Agustus 2011. Menjalin
hubungan, melewati ulang tahun berdua, melewati lebaran, mendapat hadiah,
berkencan selama 10 bulan dan berakhir di sore hari hujan 12 juni 2012.
Pembicaraan selesai tepat ketika hujan reda, langit seperti memberi mereka
waktu untuk menyelesaikan masalahnya. Dan membiarkan mereka berjalan pulang
tanpa basah.
“ya udah kaka
anter pulang ya?” ujar Putra ramah setelah pembicaraan selesai.
“ga usah, masih
ada perlu mau ke warung nyari karet” tolak Tari ramah
“gapapa kaka
anter dulu aja” ajak Putra sekali lagi
“ga usah,
makasih” Tari tersenyum menolak, ia ingin meninggalkan kesan baik untuk
terakhir kalinya.
“ya udah, duluan
ya dagh!” Putra pergi dengan motor beat merahnya.
Tari membuka payungnya meski hujan hanya gerimis, berjalan pulang
dengan memilih jalan yang lebih jauh. Tari menitikan air matanya saat berkedip.
Menyadari hubunganya selama 10 bulan dengan kaka kelas yang sejak dulu ia banggakan
berakhir hari ini dengan baik. Entah itu air mata bahagia atau sedih, yang
jelas Tari berhasil menutupinya dengan payung. Tidak lama, hanya beberapa tetes
linang air mata yang jatuh perlahan di pipinya seperti membuang segala
kepedihan. Ketika air matanya berhenti menetes Tari bisa tersenyum bahagia
seperti semua telah selesai. Tari
menutup payungnya dan membiarkan tetesan hujan membasahi wajahnya sehingga
mengkamuflasekan jejak airmata di pipinya. Dan berjalan ke rumah dengan senyum.
“kawan, akhir bukanlah hal terburuk dalam hidup mu. Segala sesuatu
yang tak dapat bertahan memang sebaiknya di akhiri, hanya masalah waktu kapan
itu akan berakhir, dan bagaimana itu berakhir. Meski menempuh cara yang tak
menyenangkan tapi karenanyalah, sesuatu telah berakhir. Dan sesuatu yang
berakhir itu merupakan ketukan palu sidang agar kita dapat menerima segala
konsekuensinya dan peluit wasit tanda pertandingan baru akan di mulai.”
Komentar
Posting Komentar
Tinggalkan komentar agar penulis semakin semangat ya, terimakasih sudah berkunjung :)