Ich Liebe Dich
“ka, jangan pergi!” pinta seorang lelaki berambut lurus dengan poni yang agak panjang,
kedua mata bulat besarnya menatap lurus pada seorang gadis di hadapanya.
Mukanya seketika memerah menyaingi merahnya langit senja itu, diringi detang
jantungnya yangmulai tidak terkontrol saat menatap gadis dihadapanya. Namun
dengan wajah polos sambil memegang boneka kelinci kesayanganya, gadis itu hanya
membalas lelaki itu dengan senyum termanisnya dan berkata “maaf, Cuma
sebentar kok! Nanti pasti kita ketemu
lagi” dan pergi meninggalkan lelaki itu sambil melambaikan tangan. Tapi tiba
tiba saja langkahnya terhenti saat ia menyadari bahwa tanganya di tahan oleh
lelaki itu, “kenapa?” tanya gadis itu sambil memandangi tangan dan wajah laki
laki itu bergantian. Tapi laki laki itu tidak menjawab dan hanya menatap gadis
itu dengan tatapan penuh harap. “ada apa?” tanya gadis itu sekali lagi. Tapi
laki laki itu malah melepaskan tanganya dan mengangkatnya ke depan dadanya “ga
ada apa apa kok hehe” Dan laki laki itu lari menghilang dari hadapa gadis itu seperti fajar
yang menghilang dari langit.
Kejadian itu masih sering terngiang di pikiran Sasa, gadis
mungil yang menjadi siswa baru SMA tirta bulan kemarin. Sampai saat ini Sasa
belum berhasil merasa nyaman di sekolah barunya rasanya daerah itu terlalu asing
baginya meski masih berada di suku yang sama yaitu suku sunda dan kebiasaan
anak remaja yang tak begitu berbeda pada umumnya tapi masih belum bisa membuat Sasa
melupakan sekolah lamanya, mungkin karna ada yang belum selesai. Sasa menatap
taman luas yang ada tepat di depan kelasnya yang jelas berbeda dengan sekolah
lamanya, bahkan di sekolahnya yang dulu tidak ada taman seluas ini mungkin
hanya beberapa pot dan pohon pohon palm yang berjajar di pinggir lapang, tapi
itu yang membuat Sasa selalu teringat akan sekolahnya yang dulu. Karna ia
merasaka perbedaan itu membuatnya selalu membanding bandingkanya dengan sekolah
yang lama. Sasa duduk di bangku taman di bawah pohon sambil menikmati semilir
angin yang jauh berbeda dari di kotanya dulu yang penuh polusi. Ya Sasa pindah
dari kota ke desa ini karna urusan pekerjaan ayahnya. Desa ini masih begitu
bersih dan asri, tapi juga tak ketinggalan jaman. Pusat perbelanjaan atau
tempat bermain tersedia di desa ini. Begitu banyak perbedaan yang harus
berhasil ia adaptasikan tapi itu semua terasa sulit setiap ia mengingat
kejadian sore hari itu.
“apa yang sebenarnya mau Raka katakan saat itu?” keluhnya
sambil membuang nafas panjang. Seorang lelaki yang mengantar kepergianya sore
itu masih membuatnya kepikiran, ia yakin ada sesuatu yang belum lelaki itu
katankan padanya. Dalam lamunanya tiba tiba muncul suara yang memanggil
namanya, begitu ia tersadar ternyata Dewi teman sebangkunya memanggilnya dari ambang
pintu kelas sambil mengacungkan ponsel hitam milik Sasa.
“SASAAA!!” teriak Dewi
“ADA APA?” balas Sasa ikut teriak
Dewi menghampiri Sasa dengan sedikit berlari “nih hp kamu
bunyi terus dari tadi ada yang nelpon” ujarnya sambil menyerahkan ponsel itu
pada Sasa.
“wah iya?” jawab Sasa santai, sebenarnya sih Sasa tidak
begitu peduli dengan ponselnya karna ia sedang asik melamun, tapi ia menghargai
teman sebangkunya itu dan segera mengambil ponselnya.
“lagian hpnya kok di tinggal tinggal”ujar Dewi dengan logat
sunda yang sangat kental.
Aku hanya membalasnya dengan ketawa kecil karna menurutku
logatnya itu lucu. Dan sebagai lambang aku menyadari kebodohanku meninggalkan
ponsel begitu saja di kelas. Tiba tiba ponsel itu bergetar lagi saat Sasa
menatap layar ponselnya ia terkejut matanya seketika membulat dan tanganya
gemetar “panjang umur” tanpa sadar Sasa bergumam sendiri sambil menatap layar
ponselnya. Dewi merasa heran dengan reaksi Sasa, dia menepuk pundak Sasa dan
berkata “Buru angkat, bisi mati lagi!” membuat Sasa tersadar dan segera
mengangkat telfon itu.
“halo” sapa Sasa pada seseorang di sebrang telfon
“hallo, ini Sasa?” ujar seseorang di sebrang telfon
“iya, ini raka kan?” Tanya sasa untuk meyakinkan.
“iya, masih inget aja~ hehe” ujar lelaki itu.
Merekapun melanjutkan percakapan mereka hanya sekedar sapa
dan salam saja cerita sedikit tentang kondisi masing masing dan mereka pun
kehabisan topik akhirnya telfonpun di akhiri. Sebenarnya Sasa masih tidak mau
telfon itu di akhiri masih ada banyak pertanyaan yang ingin dia tanyakan
terutama tentang sore itu. Tapi apa daya Sasa masih belum siap mental untuk
menanyakanya, dia takut kalo itu Cuma sekedar salah sangka saja.
Malam harinya Sasa terduduk di atas kasurnya sambil memeluk
cici si boneka kelinci kesayanganya, menatap ponsel yang dia biarkan tergeletak
begitu saja di hadapanya. Ia berharap ponsel itu akan bergetar lagi, dia pingin
mendengar suara seseorang di sebrang sana, suara seseorang yang selalu ia
pikirkan sebulan ini. Sasa baru saja menyadari bahwa dirinya menyukai Raka saat
ia pindah, rasa kangen yang selalu membuatnya terpikirkan akan lelaki itu, dan
rasa kehilangan saat ia tahu ia tak mungkin bertemu dalam waktu dekat ini
membuatnya sadar betapa beartinya sosok Raka bagi dirinya. Meski dulu di
sekolah lamanya mereka hanya sekedar teman yang sering bermain bersama bahkan
sampai banyak yang mengira mereka pacaran tapi mereka tolak mentah mentah judge
itu. Karna bagi mereka teman lebih berarti, tapi tak di sangka dari teman jadi
cinta, tapi cinta ini tak terbalas karna setau Sasa, Raka sedang menyukai gadis
lain, begitulah yang di ceritakan Raka dulu padanya. Sejak dulu Sasa dan Raka
tidak pernah berhubungan via telfon atau sms, mereka hanya cukup terbuka saat
mereka bertemu dan menjadi akrab. Sehingga saat Sasa pindah mereka jadi lost
contact meski mereka tahu nomor telfon masing masing.
Jam menunjuka pukul 9 malam, mata Sasa mulai terasa berat,
karna jam 9 adalah jam tidur Sasa, tapi ia belum bersiap untuk tidur meski
badanya sudah terasa lemas. Sasa mulai putus asa dan mulai tertawa sendiri
menyadari betapa bodohnya tingkahnya menunggu sesuatu yang tak pasti. Sasa
meraih ponselnya bermaksud memindahkanya ke atas meja dan segera mengambil
posisi untuk tidur namun tiba tiba ponselnya bergetar dan lampu lcdnya menyala
menunjukan sebuah nama pengirim sms. Sms dari Raka! Sasa tak jadi mengambil
posisi tidurnya tanganya langsung menyambar ponselnya dan membaca isinya.
“Guten Abend
(send.all)”
Sasa bingung tak mengerti arti dari sms itu. Dan membalasnya
“artinya?”
Tak lama kemudian datang pesan baru dari Raka “masa ga tau?”
“memang, apa sih? Bahasa apa?”
“bahasa jerman :O kamu ga belajar gtu?”
“oh ya? Belajar sih tapi gurunya belum pernah masuk sakit”
“yah lebar~”
“tapi besok ada jadwalnya kok. Moga aja dateng”
“hahaha iya iya”
“jadi isinya apa?”
“hmm kasih tau ga yaa~”
Mereka terus berbalas pesan
hingga larut malam dan sasa sudah tak mampu menahan rasa kantuknya dan
ketiduran.
Drrtttt..Drrrttt... sesuatu bergetar dari balik bantal
membuat seorang gadis terbangun dari posisi tidurnya yang tak karuan. Gadis itu
mencoba mencari sumber getaran itu dengan meraba raba sebelum ia berhasil
menemukan sumber getaran yang membuatnya terbangun itu matanya melirik jam
digital yang terletak di atas meja samping tempat tidurnya, “KYAAAAAAAA!!!!”
jam itu menunjukan pukul 06:00 sontak membuat gadis itu melompat dari tempat
tidurnya dan langsung bergegas ke kamar mandi. Segala aktifitas paginya ia
lakukan serba kilat karna jika tidak ia akan terlambat ke sekolah mengingat
jarak sekolahnya yang tidak dekat. Tanpa sarapan Sasa langsung mengenakan
sepatu dan berpamitan pada kedua orang tuanya. Tapi sampai di gerbang ia
memutar badanya dan kembali lagi menuju kamarnya sambil berlari, ia teringat
akan sesuatu yang membangunkanya tadi pagi. HP. BRAAK! Pintu kamar terbanting
hebat karna saking buru burunya Sasa tak memperdulikan lagi dengan apa yang dia
lakukan. Kasur yang sudah ia rapihkan pun ia acak acak demi menemukan ponselnya
di balik bantal dan meninggalkan tanpa merapihkanya. Sasa menggunakan motor
untuk bisa sampai sekolah, belum sempat melihat hpnya yang tadi pagi bergetar
Sasa langsung tancap gas dan melaju kencang menuju sekolahnya, untunglah
jalanan di kota barunya ini tida seramai di kotanya dulu. Sangat sepi dan
lowong sehingga Sasa bisa memacu kecepatan motornya hingga 70km/jam dan ia
berhasil sampai di sekolah tepat saat bel berbunyi.
“huuuuuuuff...” Sasa menghela nafas kuat kuat, rasanya baru
kali ini ia bisa bernafas setelah aktifitas paginya yang serba cepat.
“haduh nyantai teh, kunaon kabeurangan kitu?” ujar Dewi
teman sebangku Sasa yang menyaksikan aksi Sasa berlari dari Koridor kelas
hingga duduk di sebelahnya juga saat saat Sasa menghela nafasnya tanpa ampun
itu.
“hehe.. gini ...” belum sempat Sasa menjelaskan Sasa
teringat akan hal yang membangukannya tadi pagi, cepat cepat ia mengambil
ponsel di saku bajunya dan melihat layar ponselnya tanpa memperdulikan Dewi
yang menunggu lanjutan kalimatnya. Sasa tiba tiba saja tersenyum saat melihat
layar ponselnya tertera nama seorang yang dia idamkan. Raka. Ternyata pesan dari Raka tidaklah 1 pesan
melainkan 5 pesan. Sasa membacanya satu satu yang ternyata semalam sewaktu Sasa
ketiduran Raka masih mengiriminya sms. Dan sms terakhirnya malam tadi adalah
“guten Natch J”
dan yang tadi pagi membangunkanyanya “gutten Morgan J” membaca sms dari Raka itu, akhirnya Sasa
dapat mengira arti radi Guten guten yang selalu di ucapkan Raka.
“mungkin salam kali ya” tanpa sadar Sasa bergumam sendiri.
“HAH?” tiba tiba saja terdengar suara yang memecah
lamunanya. Dewi yang sedari tadi masih menunggu lanjutan kalima Sasa jadi
semakin bingung dengan lanjutan kalimat yang tidak nyambung sama sekali itu.
“eh eh eh sorry” ujar Sasa sambil mempertemukan kedua telapak tanganya
menyadari kesalahanya membuat teman sebangkunya itu bingung.
“kunaon ari Sasa?” ujar Dewi yang masih bingung dengan logat
sunda khasnya.
“jadi gini dew, kemarin itu......” dengan semangat Sasa
menceritakan semua kejadian dari pertama Sasa melamun di taman sampai kejadian kenapa
dia bangun kesiangan. Enatah kenapa dewi dengan semangat juga menyimak cerita
Sasa yang panjang lebar seperti kereta api. Untunglah guru matematika pelajaran
pertama tidak hadir untuk mengisi jam pelajaran pertama pagi itu sehingga
cerita sasa tak terpotong.
“Klo ga salah sih emang itu artinya” ujar Dewi sambil
mengingat ngingat. Ya di sekolah itu setahun lebih dulu mempelajari bahasa
jerman, sehingga Sasa tertinggal banyak sekali dalam hal bahasa jerman.
“nih klo mau kamu pinjem aja lks b.jerman aku” tawar Tata
tiba tiba dari belakang, ternyata sedari tadi tata juga menyimak cerita Sasa
yang penuh semangat itu.
“loh kok, kamu nguping ya?” ujar Sasa pada Tata.
“idih ga gtu juga kali, abis ga ada kerjaan di Cepi juga ga
masuk, mumpung ada yang heboh depan aku ya dengerin aja hahaha” jelas Tata
sambil menunjuk kursi di sebelahnya yang kosong.
“loh jefri emang kemana?” ujar Dewi penasaran. Tata tak
menjawab dan hanya mengangkat bahunya seraya berkata “manakutau”
“oh jefri di panggil Cepi baru ngeh aku” ujar Sasa yang
malah menciptakan gelak tawa di antara Dewi dan Tata, “iya, nanti klo jefri
dateng panggil Cepi aja ya?” pinta Tata sambil tertawa terbahak bahak.
“apasih? Emang kenapa? Apa yang lucu?” ujar Sasa yang masih
bingung dengan alasan kedua temanya ini tertawa. Dewi sepertinya tak tega kalo
sampai Sasa terkena jebakan si Tata makanya Dewi memberitahukan sebenarnya pada
Sasa “Cepi tuh nama anjingnya si Jefri” dan gelak tawa pun semakin mengisi
ruang diatara mereka bertiga.
Pelajaran kedua di mulai,
pelajaran yang dari kemari Sasa tunggu tunggu pelajaran bahasa jerman, tapi
ternyata gurunya tidak langsung mengajar melainkan hanya mengajak perkenalan.
Sedikit kecewa emang, dengan begini Sasa jadi merasa lebih tertinggal dari
siapapun.
Sesampainya di rumah
Sasa membanting tubuhnya ke atas kasur, “haaaa~ ga belajar lagi” keluh Sasa
kesal dengan kejadian di sekolah terutama saat seharusnya ia berhasil mengartikan
beberapa kata yang Raka kirimkan di sms kemarin. Sasa pun segera membuka LKS
dari Tata dan goodluck disana ada beberapa kata kata dasar yang umum di pakai
dalam bahasa jerman. Ternyata Gutten Abend, Guten Natch dan Gutten Morgan itu
tepat seperti yang Sasa kira adalah salam seperti Good Morning, Good Night, dan
Good evening. Yaitu perupa salam. Disana juga ada beberapa kata atau kaliamat
yang di pakai untuk memperkenalkan diri. Dengan mudah Sasa mulai mempelajari
bahasa jerman dasar secara otodidak. Tapi ada beberapa hal juga yang Sasa tak
mengerti, tidak ada tempat untuk bertanya. Akhirnya ada ide yang muncul di otak
Sasa seperti ada bola lampu menyala di atas kepalanya. Sasa menyambar ponselnya
di atas meja dan segera mengetik pesan untuk Raka.
Sasa: “RAKAAAAAAA!!”
Raka:”Hoi :O”
Sasa: “aku baru
belajar bahasa jerman da XD #bangga”
Raka: “widih maca
cih?”
Sasa: “ih meni gtu
-____-“
Raka: “haha iya atuh
–V, udah bisa apa aja?”
Sasa: “ich bin Sasa
haha”
Raka: “eits hebatlah.
Tau artinya?”
Sasa: “ taulah, nama
saya Sasa”
Raka: “ salaaaah”
Sasa: “kok?”
Raka: “saya sasa. Itu
artinya”
Sasa: “sejak kapan kamu jadi Sasa :O”
Raka: “eits bukan
gtu!” mereka pun terus berbalas pesan dan berdebat soal bahasa jerman. Mereka
sama sama baru belajar, sehingga hanya dasar dasarnya saja yang mereka
perdebatkan setiap katanya. Meski Sasa baru belajar tapi Sasa selalu menang
karna Sasa punya buku pegangan yang merupaka LKS dari Tata sedangkan Raka hanya
bermodalkan ingatan saja karna ia belum membeli buku di sekolahnya.
Raka: “eits hebatlah,
ngaku kalah, eh aku mau nanya tau artinya Du sama Dich itu beda ya?”
Sasa: “ haha, ada
bukunya juga XD eh ga tau asa ga pernah denger Dich aku mah klo Du mah kamu
artinya”
Raka: “ih licik, sok
klo gtu artinya Ich Liebe Dich apa”
Sasa mencari cari kata
itu di lksnya, tapi ia tidak berhasil menemukanya baik kata Dich maupun Liebe
yang ia temukan hanya Ich yang artinya aku. Sasa pun membalas sms itu cukup
lama. Sehingga muncul sms lain dari Raka. “oi tau ga?”
Sasa: “hmmm, ga tau
T_T, apa gtu?”
Raka: “eh kan aku
nanya, ya udah deh nanti aja” mereka pun melanjutkan balas membalas pesan itu
hingga malam dan kali ini Sasa tak ketiduran, Sasa sempat pamit sebelum ia
bersiap tidur.
Pagi ini pun Sasa
tidak terlambat ke sekolah, sebenarnya Sasa semalem tidak bisa tidur pulas
karna masih kepikiran dengan kata Liebe Dich yang di tanyai Raka, hingga pagi
ini ia benar benar pergi sekolah pagi sekali untuk mengajak teman sebangkunya
untuk membeli kamus bahasa jerman. Sasa tidak berniat sama sekali untuk
menanyakan arti kata itu pada teman temanya, karna ini adalah urusan Sasa dan
Raka itulah pikirnya. Sepulang sekolah Sasa mengajak Dewi “Dew, jadi kan?”
Dewi saat itu masih
belum mengerti yang Sasa katakan dengan pertanyaan pendeknya itu.. “hah?”
“ke gramed” jelas Sasa
menyadari kebingungan Dewi
Dewi yang sudah
mengerti pun membalasnya dengan mengacungkan ibu jarinya ke arah Sasa.
Tiba tiba Tata ikut
nimbrung seperti biasa “Mau kemana?”
“pingin tau aja!” ujar
Sasa ketus, sepertinya Sasa sama sekali tidak peka kenapa Tata selalu nimbrung
dalam pembicaraanya bersama Dewi.
Dewi yang sedikit
lebih peka tentang perasaan Tata tersenyum kecil pada Tata dan memberikanya
isyarat berupa kedipan mata.
“duh Sa, kayaknya aku
ga bisa deh, aku lupa mama aku nyuruh pulang cepet” ujar Dewi tiba tiba
“loh kok gitu?” Sasa
merasa sangat kecewa, karna Sasa tak tau jalan di kota itu meski sudah hampir
sebulan ia tinggal di sana. Tapi Sasa juga merasa enggan jika harus membatalkan
membeli kamus bahasa jerman itu, karna itu berarti dia akan menghilangkan
kesempatan smsan sama Raka malam ini.
“mau kemana? Eh di
tanya teh!” ujar Tata sekali lagi menyadari kalo Dewi sudah mengerti
perasaanya.
“ke gramed beli buku”
ujar Sasa lemas
“sama Tata aja
gimana?” ujar Dewi sambil menunjuk ke arah Tata yang baru saja selasai
merapihkan buku dan mengenakan jaket.
“apa?” ujar Tata pura
pura tak mengerti maksud Dewi agar semua sandiwaranya bersama Dewi berjalan
wajar.
“anterin aku ke gramed
mau ga?” ujar Sasa penuh harap sambil mengalihkan pandanganya ke Raka.
“gramed? Hmmm.. boleh
aja sih tapi nanti temenin aku ya?” ujar Tata sambil memegang dagunya seraya
berfikir
“nemenin apa?” ujar
Dewi khawatir karna ini tak seperti yang ia perkirakan.
“nemenin aku beli dvd
di sana” ujar Tata santai
“sipp deh jadi ya nganter aku? Hehe” Sasa langsung mengiyakan dengan penuh
semangat. Di otaknya sudah di ulang berkali kali kata Liebe dan Dich. Kata kata
itu masih membuatnya penasaran.
“ayo naik!” ujar Tata
pada Sasa yang masih berdiri di pinggir motornya sambil menyodorkan helm.
“wah Tata bawa motor,
asik jadi ga perlu ngongkosin deh malah jadi gratis hehe” ujar Sasa penuh canda
sambil naik ke atas motor Tata dan menggunakan helm yang di berikan Tata.
“dapet helm dari mana
Ta?” tanya Sasa pelan. Karna rasanya aneh kalo Tata bawa 2 helm dari tadi pagi.
“emang aku udah bawa
kok” ujar tata santai
“loh kok buat apa?
Udah niat nganter aku ya?haha” ujar Sasa penuh canda, karna suasana hati Sasa
sedang sangat bersemangat. Sehingga ia tak begitu peduli alasan Tata membawa 2
helm, yang sebenernya
Jawaban Tata tak terdengar terbisingi suara
starter motor Tata.
Sesampainya di
Gramedia, Sasa langsung meloncat turun ketika Tata hendak memarkirkan motornya
di sela sela motor yang sudar terpakir manis di sampingnya. Sasa mengawasi
sekitarnya, ia sangat kagum melihat gedung Mall yang besar namun lapangan
parkir yang ya lumayan layaklah. Ini kali pertama Sasa menginjakan kakinya di
Mall kota itu, ya Kota itu memang lebih kecil dari kotanya tapi disini terdapat
Mall yang jauh lebih berkualitas di banding di sana. Sasa rasanya sudah tak
sabar ingin langsung melihat kedalam, ia mencari cari keberadaan Tata yang
masih merapihkan diri di dekat motornya dengan tangan tangan yang di kibas
kibas seraya mengajak tapi pandanganya masih tetap mengawasi. Tanpa sadar Sasa
meraih tangan tersebut dan menariknya sampai mendaratlah sebuah ketukan di atas
kepalanya.
“Awww!” keluh Sasa sambil melihat ke arah orang yang mengetuk kepalanya itu. Tata.
“Awww!” keluh Sasa sambil melihat ke arah orang yang mengetuk kepalanya itu. Tata.
“helm” ujar Tata
singkat tapi mampu membuat wajah Sasa merah padam seketika saking malunya. Sasa
lupa ia masih mengenakan helm. Sasa melepasnya dan memberikanya pada Tata.
“hehe.. nih, maklum
baru pertama kali” ujar Sasa malu malu.
“apa kata orang kamu
masuk kesana pake helm, bisa di kira teroris tau!” ujar Tata sambil menerima
helm dan menaruhnya di atas spion motornya.
“huuu.. dasar udik,
emang di kota km yang dulu ga ada Mall apa?” lanjut ujar Tata dengan sadisnya,
“yeee enak aja, Mall
di kota aku strategis banget malah. Lebih bagus dari ini namanya aja
tradisional” bela Sasa mendeskripsikan hal positif yang ia tahu dari Mall di
kota yang lama.
“tradisional?”
“CiMall haha”
“cimol?”
“ya gitu deh haha..”
Sasa yakin Tata kebingungan tapi ia tidak menghiraukanya karna membuat lelaki
itu jadi bingung dan berfikir keras mencerna maksudnya sudah cukup membuat
dirinya puas.
Saat memasuki gedung
gramedia, sasa langsung menghampiri rak bagian kamus bahasa. Di sana ada kamus
dari berbagai bahasa, yup dan Sasa berhasil menemukan kamus putih kecil dengan
gambar bendaera berwarna merah kuning hitam pada covernya. Kamus Jerman
indonesia.
Sasa sangat
bersemangat ingin segera bisa menyusul teman temanya di sekolah ia langsung
membuka kamus tersebut, tapi kata pertama yang di cari adalah “C”membuka lembar
demi lembar “Ci” tiba di satu halaman yang mendekati kata yang di carinya. Begitu
menemukan kata tersebut Sasa sangat bahagia “Cinta” tanpa sadar Sasa mencari
kata tersebut sambil bergumam.
“CINTA Liebe” Sasa
tercengan, rasanya kata “Liebe” tidaklah asing di otaknya, otaknya mencoba
menggali dimana Sasa pernah menemukan kata itu. “Raka. Sms Raka waktu itu. Jadi
maksudnya ‘Ich Liebe Dich’ itu apa, Raka suka sama aku?” Sasa terus bergumam,
sambil berfikir. Sampai tiba di rumah Sasa mengirim Sms pada Raka.
“Rakaaaaaa”
“oi”
“aku udah tau arti ich
liebe dich hehe”
“apa?”
“hmmm kamu sebenernya
tau artinya kan?”
“hah? Ngga kok. Emang apa?”
JLEB
“hah? Bener nih?”
“iyaaa”
“trus dapet itu dari
mana?”
“ya Waktu itu temen
aku nanya ke guru”
Setelah mendapat Sms
itu Sasa terduduk lemas di kasurnya. Sepertinya semua harapanya hancur sudah,
“Lalu apa maksudnya
nanya itu ke aku? Apa bener2 ga tau? Jahat!” Air mata meniti perlahan dan jatih
ke pipinya.
Komentar
Posting Komentar
Tinggalkan komentar agar penulis semakin semangat ya, terimakasih sudah berkunjung :)