Ich Liebe Dich



“ka, jangan pergi!” pinta seorang lelaki  berambut lurus dengan poni yang agak panjang, kedua mata bulat besarnya menatap lurus pada seorang gadis di hadapanya. Mukanya seketika memerah menyaingi merahnya langit senja itu, diringi detang jantungnya yangmulai tidak terkontrol saat menatap gadis dihadapanya. Namun dengan wajah polos sambil memegang boneka kelinci kesayanganya, gadis itu hanya membalas lelaki itu dengan senyum termanisnya dan berkata “maaf, Cuma sebentar  kok! Nanti pasti kita ketemu lagi” dan pergi meninggalkan lelaki itu sambil melambaikan tangan. Tapi tiba tiba saja langkahnya terhenti saat ia menyadari bahwa tanganya di tahan oleh lelaki itu, “kenapa?” tanya gadis itu sambil memandangi tangan dan wajah laki laki itu bergantian. Tapi laki laki itu tidak menjawab dan hanya menatap gadis itu dengan tatapan penuh harap. “ada apa?” tanya gadis itu sekali lagi. Tapi laki laki itu malah melepaskan tanganya dan mengangkatnya ke depan dadanya “ga ada apa apa kok hehe” Dan laki laki itu lari  menghilang dari hadapa gadis itu seperti fajar yang menghilang dari langit.


Kejadian itu masih sering terngiang di pikiran Sasa, gadis mungil yang menjadi siswa baru SMA tirta bulan kemarin. Sampai saat ini Sasa belum berhasil merasa nyaman di sekolah barunya rasanya daerah itu terlalu asing baginya meski masih berada di suku yang sama yaitu suku sunda dan kebiasaan anak remaja yang tak begitu berbeda pada umumnya tapi masih belum bisa membuat Sasa melupakan sekolah lamanya, mungkin karna ada yang belum selesai. Sasa menatap taman luas yang ada tepat di depan kelasnya yang jelas berbeda dengan sekolah lamanya, bahkan di sekolahnya yang dulu tidak ada taman seluas ini mungkin hanya beberapa pot dan pohon pohon palm yang berjajar di pinggir lapang, tapi itu yang membuat Sasa selalu teringat akan sekolahnya yang dulu. Karna ia merasaka perbedaan itu membuatnya selalu membanding bandingkanya dengan sekolah yang lama. Sasa duduk di bangku taman di bawah pohon sambil menikmati semilir angin yang jauh berbeda dari di kotanya dulu yang penuh polusi. Ya Sasa pindah dari kota ke desa ini karna urusan pekerjaan ayahnya. Desa ini masih begitu bersih dan asri, tapi juga tak ketinggalan jaman. Pusat perbelanjaan atau tempat bermain tersedia di desa ini. Begitu banyak perbedaan yang harus berhasil ia adaptasikan tapi itu semua terasa sulit setiap ia mengingat kejadian sore hari itu.
“apa yang sebenarnya mau Raka katakan saat itu?” keluhnya sambil membuang nafas panjang. Seorang lelaki yang mengantar kepergianya sore itu masih membuatnya kepikiran, ia yakin ada sesuatu yang belum lelaki itu katankan padanya. Dalam lamunanya tiba tiba muncul suara yang memanggil namanya, begitu ia tersadar ternyata Dewi teman sebangkunya memanggilnya dari ambang pintu kelas sambil mengacungkan ponsel hitam milik Sasa.
“SASAAA!!” teriak Dewi
“ADA APA?” balas Sasa ikut teriak
Dewi menghampiri Sasa dengan sedikit berlari “nih hp kamu bunyi terus dari tadi ada yang nelpon” ujarnya sambil menyerahkan ponsel itu pada Sasa.
“wah iya?” jawab Sasa santai, sebenarnya sih Sasa tidak begitu peduli dengan ponselnya karna ia sedang asik melamun, tapi ia menghargai teman sebangkunya itu dan segera mengambil ponselnya.
“lagian hpnya kok di tinggal tinggal”ujar Dewi dengan logat sunda yang sangat kental.
Aku hanya membalasnya dengan ketawa kecil karna menurutku logatnya itu lucu. Dan sebagai lambang aku menyadari kebodohanku meninggalkan ponsel begitu saja di kelas. Tiba tiba ponsel itu bergetar lagi saat Sasa menatap layar ponselnya ia terkejut matanya seketika membulat dan tanganya gemetar “panjang umur” tanpa sadar Sasa bergumam sendiri sambil menatap layar ponselnya. Dewi merasa heran dengan reaksi Sasa, dia menepuk pundak Sasa dan berkata “Buru angkat, bisi mati lagi!” membuat Sasa tersadar dan segera mengangkat telfon itu.
“halo” sapa Sasa pada seseorang di sebrang telfon
“hallo, ini Sasa?” ujar seseorang di sebrang telfon
“iya, ini raka kan?” Tanya sasa untuk meyakinkan.
“iya, masih inget aja~ hehe” ujar lelaki itu.
Merekapun melanjutkan percakapan mereka hanya sekedar sapa dan salam saja cerita sedikit tentang kondisi masing masing dan mereka pun kehabisan topik akhirnya telfonpun di akhiri. Sebenarnya Sasa masih tidak mau telfon itu di akhiri masih ada banyak pertanyaan yang ingin dia tanyakan terutama tentang sore itu. Tapi apa daya Sasa masih belum siap mental untuk menanyakanya, dia takut kalo itu Cuma sekedar salah sangka saja.


Malam harinya Sasa terduduk di atas kasurnya sambil memeluk cici si boneka kelinci kesayanganya, menatap ponsel yang dia biarkan tergeletak begitu saja di hadapanya. Ia berharap ponsel itu akan bergetar lagi, dia pingin mendengar suara seseorang di sebrang sana, suara seseorang yang selalu ia pikirkan sebulan ini. Sasa baru saja menyadari bahwa dirinya menyukai Raka saat ia pindah, rasa kangen yang selalu membuatnya terpikirkan akan lelaki itu, dan rasa kehilangan saat ia tahu ia tak mungkin bertemu dalam waktu dekat ini membuatnya sadar betapa beartinya sosok Raka bagi dirinya. Meski dulu di sekolah lamanya mereka hanya sekedar teman yang sering bermain bersama bahkan sampai banyak yang mengira mereka pacaran tapi mereka tolak mentah mentah judge itu. Karna bagi mereka teman lebih berarti, tapi tak di sangka dari teman jadi cinta, tapi cinta ini tak terbalas karna setau Sasa, Raka sedang menyukai gadis lain, begitulah yang di ceritakan Raka dulu padanya. Sejak dulu Sasa dan Raka tidak pernah berhubungan via telfon atau sms, mereka hanya cukup terbuka saat mereka bertemu dan menjadi akrab. Sehingga saat Sasa pindah mereka jadi lost contact meski mereka tahu nomor telfon masing masing.

Jam menunjuka pukul 9 malam, mata Sasa mulai terasa berat, karna jam 9 adalah jam tidur Sasa, tapi ia belum bersiap untuk tidur meski badanya sudah terasa lemas. Sasa mulai putus asa dan mulai tertawa sendiri menyadari betapa bodohnya tingkahnya menunggu sesuatu yang tak pasti. Sasa meraih ponselnya bermaksud memindahkanya ke atas meja dan segera mengambil posisi untuk tidur namun tiba tiba ponselnya bergetar dan lampu lcdnya menyala menunjukan sebuah nama pengirim sms. Sms dari Raka! Sasa tak jadi mengambil posisi tidurnya tanganya langsung menyambar ponselnya dan membaca isinya.

“Guten Abend         (send.all)”
Sasa bingung tak mengerti arti dari sms itu. Dan membalasnya “artinya?”
Tak lama kemudian datang pesan baru dari Raka “masa ga tau?”
“memang, apa sih? Bahasa apa?”
“bahasa jerman :O kamu ga belajar gtu?”
“oh ya? Belajar sih tapi gurunya belum pernah masuk sakit”
“yah lebar~”
“tapi besok ada jadwalnya kok. Moga aja dateng”
“hahaha iya iya”
“jadi isinya apa?”
“hmm kasih tau ga yaa~”
Mereka terus berbalas pesan hingga larut malam dan sasa sudah tak mampu menahan rasa kantuknya dan ketiduran.

Drrtttt..Drrrttt... sesuatu bergetar dari balik bantal membuat seorang gadis terbangun dari posisi tidurnya yang tak karuan. Gadis itu mencoba mencari sumber getaran itu dengan meraba raba sebelum ia berhasil menemukan sumber getaran yang membuatnya terbangun itu matanya melirik jam digital yang terletak di atas meja samping tempat tidurnya, “KYAAAAAAAA!!!!” jam itu menunjukan pukul 06:00 sontak membuat gadis itu melompat dari tempat tidurnya dan langsung bergegas ke kamar mandi. Segala aktifitas paginya ia lakukan serba kilat karna jika tidak ia akan terlambat ke sekolah mengingat jarak sekolahnya yang tidak dekat. Tanpa sarapan Sasa langsung mengenakan sepatu dan berpamitan pada kedua orang tuanya. Tapi sampai di gerbang ia memutar badanya dan kembali lagi menuju kamarnya sambil berlari, ia teringat akan sesuatu yang membangunkanya tadi pagi. HP. BRAAK! Pintu kamar terbanting hebat karna saking buru burunya Sasa tak memperdulikan lagi dengan apa yang dia lakukan. Kasur yang sudah ia rapihkan pun ia acak acak demi menemukan ponselnya di balik bantal dan meninggalkan tanpa merapihkanya. Sasa menggunakan motor untuk bisa sampai sekolah, belum sempat melihat hpnya yang tadi pagi bergetar Sasa langsung tancap gas dan melaju kencang menuju sekolahnya, untunglah jalanan di kota barunya ini tida seramai di kotanya dulu. Sangat sepi dan lowong sehingga Sasa bisa memacu kecepatan motornya hingga 70km/jam dan ia berhasil sampai di sekolah tepat saat bel berbunyi.

“huuuuuuuff...” Sasa menghela nafas kuat kuat, rasanya baru kali ini ia bisa bernafas setelah aktifitas paginya yang serba cepat.
“haduh nyantai teh, kunaon kabeurangan kitu?” ujar Dewi teman sebangku Sasa yang menyaksikan aksi Sasa berlari dari Koridor kelas hingga duduk di sebelahnya juga saat saat Sasa menghela nafasnya tanpa ampun itu.
“hehe.. gini ...” belum sempat Sasa menjelaskan Sasa teringat akan hal yang membangukannya tadi pagi, cepat cepat ia mengambil ponsel di saku bajunya dan melihat layar ponselnya tanpa memperdulikan Dewi yang menunggu lanjutan kalimatnya. Sasa tiba tiba saja tersenyum saat melihat layar ponselnya tertera nama seorang yang dia idamkan. Raka.  Ternyata pesan dari Raka tidaklah 1 pesan melainkan 5 pesan. Sasa membacanya satu satu yang ternyata semalam sewaktu Sasa ketiduran Raka masih mengiriminya sms. Dan sms terakhirnya malam tadi adalah “guten Natch J” dan yang tadi pagi membangunkanyanya “gutten Morgan J  membaca sms dari Raka itu, akhirnya Sasa dapat mengira arti radi Guten guten yang selalu di ucapkan Raka.
“mungkin salam kali ya” tanpa sadar Sasa bergumam sendiri.
“HAH?” tiba tiba saja terdengar suara yang memecah lamunanya. Dewi yang sedari tadi masih menunggu lanjutan kalima Sasa jadi semakin bingung dengan lanjutan kalimat yang tidak nyambung sama sekali itu. “eh eh eh sorry” ujar Sasa sambil mempertemukan kedua telapak tanganya menyadari kesalahanya membuat teman sebangkunya itu bingung.
“kunaon ari Sasa?” ujar Dewi yang masih bingung dengan logat sunda khasnya.
“jadi gini dew, kemarin itu......” dengan semangat Sasa menceritakan semua kejadian dari pertama Sasa melamun di taman sampai kejadian kenapa dia bangun kesiangan. Enatah kenapa dewi dengan semangat juga menyimak cerita Sasa yang panjang lebar seperti kereta api. Untunglah guru matematika pelajaran pertama tidak hadir untuk mengisi jam pelajaran pertama pagi itu sehingga cerita sasa tak terpotong.
“Klo ga salah sih emang itu artinya” ujar Dewi sambil mengingat ngingat. Ya di sekolah itu setahun lebih dulu mempelajari bahasa jerman, sehingga Sasa tertinggal banyak sekali dalam hal bahasa jerman.
“nih klo mau kamu pinjem aja lks b.jerman aku” tawar Tata tiba tiba dari belakang, ternyata sedari tadi tata juga menyimak cerita Sasa yang penuh semangat itu.
“loh kok, kamu nguping ya?” ujar Sasa pada Tata.
“idih ga gtu juga kali, abis ga ada kerjaan di Cepi juga ga masuk, mumpung ada yang heboh depan aku ya dengerin aja hahaha” jelas Tata sambil menunjuk kursi di sebelahnya yang kosong.
“loh jefri emang kemana?” ujar Dewi penasaran. Tata tak menjawab dan hanya mengangkat bahunya seraya berkata “manakutau”
“oh jefri di panggil Cepi baru ngeh aku” ujar Sasa yang malah menciptakan gelak tawa di antara Dewi dan Tata, “iya, nanti klo jefri dateng panggil Cepi aja ya?” pinta Tata sambil tertawa terbahak bahak.
“apasih? Emang kenapa? Apa yang lucu?” ujar Sasa yang masih bingung dengan alasan kedua temanya ini tertawa. Dewi sepertinya tak tega kalo sampai Sasa terkena jebakan si Tata makanya Dewi memberitahukan sebenarnya pada Sasa “Cepi tuh nama anjingnya si Jefri” dan gelak tawa pun semakin mengisi ruang diatara mereka bertiga.

Pelajaran kedua di mulai, pelajaran yang dari kemari Sasa tunggu tunggu pelajaran bahasa jerman, tapi ternyata gurunya tidak langsung mengajar melainkan hanya mengajak perkenalan. Sedikit kecewa emang, dengan begini Sasa jadi merasa lebih tertinggal dari siapapun.

Sesampainya di rumah Sasa membanting tubuhnya ke atas kasur, “haaaa~ ga belajar lagi” keluh Sasa kesal dengan kejadian di sekolah terutama saat seharusnya ia berhasil mengartikan beberapa kata yang Raka kirimkan di sms kemarin. Sasa pun segera membuka LKS dari Tata dan goodluck disana ada beberapa kata kata dasar yang umum di pakai dalam bahasa jerman. Ternyata Gutten Abend, Guten Natch dan Gutten Morgan itu tepat seperti yang Sasa kira adalah salam seperti Good Morning, Good Night, dan Good evening. Yaitu perupa salam. Disana juga ada beberapa kata atau kaliamat yang di pakai untuk memperkenalkan diri. Dengan mudah Sasa mulai mempelajari bahasa jerman dasar secara otodidak. Tapi ada beberapa hal juga yang Sasa tak mengerti, tidak ada tempat untuk bertanya. Akhirnya ada ide yang muncul di otak Sasa seperti ada bola lampu menyala di atas kepalanya. Sasa menyambar ponselnya di atas meja dan segera mengetik pesan untuk Raka.

Sasa: “RAKAAAAAAA!!”
Raka:”Hoi :O”
Sasa: “aku baru belajar bahasa jerman da XD #bangga”
Raka: “widih maca cih?”
Sasa: “ih meni gtu -____-“
Raka: “haha iya atuh –V, udah bisa apa aja?”
Sasa: “ich bin Sasa haha”
Raka: “eits hebatlah. Tau artinya?”
Sasa: “ taulah, nama saya Sasa”
Raka: “ salaaaah”
Sasa: “kok?”
Raka: “saya sasa. Itu artinya”
Sasa:  “sejak kapan kamu jadi Sasa :O”
Raka: “eits bukan gtu!” mereka pun terus berbalas pesan dan berdebat soal bahasa jerman. Mereka sama sama baru belajar, sehingga hanya dasar dasarnya saja yang mereka perdebatkan setiap katanya. Meski Sasa baru belajar tapi Sasa selalu menang karna Sasa punya buku pegangan yang merupaka LKS dari Tata sedangkan Raka hanya bermodalkan ingatan saja karna ia belum membeli buku di sekolahnya.
Raka: “eits hebatlah, ngaku kalah, eh aku mau nanya tau artinya Du sama Dich itu beda ya?”
Sasa: “ haha, ada bukunya juga XD eh ga tau asa ga pernah denger Dich aku mah klo Du mah kamu artinya”
Raka: “ih licik, sok klo gtu artinya Ich Liebe Dich apa”
Sasa mencari cari kata itu di lksnya, tapi ia tidak berhasil menemukanya baik kata Dich maupun Liebe yang ia temukan hanya Ich yang artinya aku. Sasa pun membalas sms itu cukup lama. Sehingga muncul sms lain dari Raka. “oi tau ga?”
Sasa: “hmmm, ga tau T_T, apa gtu?”
Raka: “eh kan aku nanya, ya udah deh nanti aja” mereka pun melanjutkan balas membalas pesan itu hingga malam dan kali ini Sasa tak ketiduran, Sasa sempat pamit sebelum ia bersiap tidur.

Pagi ini pun Sasa tidak terlambat ke sekolah, sebenarnya Sasa semalem tidak bisa tidur pulas karna masih kepikiran dengan kata Liebe Dich yang di tanyai Raka, hingga pagi ini ia benar benar pergi sekolah pagi sekali untuk mengajak teman sebangkunya untuk membeli kamus bahasa jerman. Sasa tidak berniat sama sekali untuk menanyakan arti kata itu pada teman temanya, karna ini adalah urusan Sasa dan Raka itulah pikirnya. Sepulang sekolah Sasa mengajak Dewi “Dew, jadi kan?”
Dewi saat itu masih belum mengerti yang Sasa katakan dengan pertanyaan pendeknya itu.. “hah?”
“ke gramed” jelas Sasa menyadari kebingungan Dewi
Dewi yang sudah mengerti pun membalasnya dengan mengacungkan ibu jarinya ke arah Sasa.
Tiba tiba Tata ikut nimbrung seperti biasa “Mau kemana?”
“pingin tau aja!” ujar Sasa ketus, sepertinya Sasa sama sekali tidak peka kenapa Tata selalu nimbrung dalam pembicaraanya bersama Dewi.
Dewi yang sedikit lebih peka tentang perasaan Tata tersenyum kecil pada Tata dan memberikanya isyarat berupa kedipan mata.
“duh Sa, kayaknya aku ga bisa deh, aku lupa mama aku nyuruh pulang cepet” ujar Dewi tiba tiba
“loh kok gitu?” Sasa merasa sangat kecewa, karna Sasa tak tau jalan di kota itu meski sudah hampir sebulan ia tinggal di sana. Tapi Sasa juga merasa enggan jika harus membatalkan membeli kamus bahasa jerman itu, karna itu berarti dia akan menghilangkan kesempatan smsan sama Raka malam ini.
“mau kemana? Eh di tanya teh!” ujar Tata sekali lagi menyadari kalo Dewi sudah mengerti perasaanya.
“ke gramed beli buku” ujar Sasa lemas
“sama Tata aja gimana?” ujar Dewi sambil menunjuk ke arah Tata yang baru saja selasai merapihkan buku dan mengenakan jaket.
“apa?” ujar Tata pura pura tak mengerti maksud Dewi agar semua sandiwaranya bersama Dewi berjalan wajar.
“anterin aku ke gramed mau ga?” ujar Sasa penuh harap sambil mengalihkan pandanganya ke Raka.
“gramed? Hmmm.. boleh aja sih tapi nanti temenin aku ya?” ujar Tata sambil memegang dagunya seraya berfikir
“nemenin apa?” ujar Dewi khawatir karna ini tak seperti yang ia perkirakan.
“nemenin aku beli dvd di sana” ujar Tata santai
“sipp deh jadi ya nganter aku? Hehe” Sasa langsung mengiyakan dengan penuh semangat. Di otaknya sudah di ulang berkali kali kata Liebe dan Dich. Kata kata itu masih membuatnya penasaran.

“ayo naik!” ujar Tata pada Sasa yang masih berdiri di pinggir motornya sambil menyodorkan helm.
“wah Tata bawa motor, asik jadi ga perlu ngongkosin deh malah jadi gratis hehe” ujar Sasa penuh canda sambil naik ke atas motor Tata dan menggunakan helm yang di berikan Tata.
“dapet helm dari mana Ta?” tanya Sasa pelan. Karna rasanya aneh kalo Tata bawa 2 helm dari tadi pagi.
“emang aku udah bawa kok” ujar tata santai
“loh kok buat apa? Udah niat nganter aku ya?haha” ujar Sasa penuh canda, karna suasana hati Sasa sedang sangat bersemangat. Sehingga ia tak begitu peduli alasan Tata membawa 2 helm, yang sebenernya
 Jawaban Tata tak terdengar terbisingi suara starter motor Tata.


Sesampainya di Gramedia, Sasa langsung meloncat turun ketika Tata hendak memarkirkan motornya di sela sela motor yang sudar terpakir manis di sampingnya. Sasa mengawasi sekitarnya, ia sangat kagum melihat gedung Mall yang besar namun lapangan parkir yang ya lumayan layaklah. Ini kali pertama Sasa menginjakan kakinya di Mall kota itu, ya Kota itu memang lebih kecil dari kotanya tapi disini terdapat Mall yang jauh lebih berkualitas di banding di sana. Sasa rasanya sudah tak sabar ingin langsung melihat kedalam, ia mencari cari keberadaan Tata yang masih merapihkan diri di dekat motornya dengan tangan tangan yang di kibas kibas seraya mengajak tapi pandanganya masih tetap mengawasi. Tanpa sadar Sasa meraih tangan tersebut dan menariknya sampai mendaratlah sebuah ketukan di atas kepalanya.
“Awww!” keluh Sasa sambil melihat ke arah orang yang mengetuk kepalanya itu. Tata.
“helm” ujar Tata singkat tapi mampu membuat wajah Sasa merah padam seketika saking malunya. Sasa lupa ia masih mengenakan helm. Sasa melepasnya dan memberikanya pada Tata.
“hehe.. nih, maklum baru pertama kali” ujar Sasa malu malu.
“apa kata orang kamu masuk kesana pake helm, bisa di kira teroris tau!” ujar Tata sambil menerima helm dan menaruhnya di atas spion motornya.
“huuu.. dasar udik, emang di kota km yang dulu ga ada Mall apa?” lanjut ujar Tata dengan sadisnya,
“yeee enak aja, Mall di kota aku strategis banget malah. Lebih bagus dari ini namanya aja tradisional” bela Sasa mendeskripsikan hal positif yang ia tahu dari Mall di kota yang lama.
“tradisional?”
“CiMall haha”
“cimol?”
“ya gitu deh haha..” Sasa yakin Tata kebingungan tapi ia tidak menghiraukanya karna membuat lelaki itu jadi bingung dan berfikir keras mencerna maksudnya sudah cukup membuat dirinya puas.

Saat memasuki gedung gramedia, sasa langsung menghampiri rak bagian kamus bahasa. Di sana ada kamus dari berbagai bahasa, yup dan Sasa berhasil menemukan kamus putih kecil dengan gambar bendaera berwarna merah kuning hitam pada covernya. Kamus Jerman indonesia.
Sasa sangat bersemangat ingin segera bisa menyusul teman temanya di sekolah ia langsung membuka kamus tersebut, tapi kata pertama yang di cari adalah “C”membuka lembar demi lembar “Ci” tiba di satu halaman yang mendekati kata yang di carinya. Begitu menemukan kata tersebut Sasa sangat bahagia “Cinta” tanpa sadar Sasa mencari kata tersebut sambil bergumam.

“CINTA Liebe” Sasa tercengan, rasanya kata “Liebe” tidaklah asing di otaknya, otaknya mencoba menggali dimana Sasa pernah menemukan kata itu. “Raka. Sms Raka waktu itu. Jadi maksudnya ‘Ich Liebe Dich’ itu apa, Raka suka sama aku?” Sasa terus bergumam, sambil berfikir. Sampai tiba di rumah Sasa mengirim Sms pada Raka.

“Rakaaaaaa”
“oi”
“aku udah tau arti ich liebe dich hehe”
“apa?”
“hmmm kamu sebenernya tau artinya kan?”
“hah? Ngga kok. Emang apa?” JLEB
“hah? Bener nih?”
“iyaaa”
“trus dapet itu dari mana?”
“ya Waktu itu temen aku nanya ke guru”
Setelah mendapat Sms itu Sasa terduduk lemas di kasurnya. Sepertinya semua harapanya hancur sudah,
“Lalu apa maksudnya nanya itu ke aku? Apa bener2 ga tau? Jahat!” Air mata meniti perlahan dan jatih ke pipinya.



Komentar

Populer