putih abu abu#10 GANS!
Baju baru! Aku persiapkan penampilanku
semaksimal mungkin di pagi itu. Aku siapkan beberapa cindramata yang akan aku
berika ke temen temen ku nanti. Setelah pembicaraan semalam bersama keluargaku
yang sangat membuatku terpukul. “ya udah Tari sama Tya pindah ke tasik duluan
minggu ini” begitulah hasil rapat tadi malam. Bisa di bilang kali ini adalah
kali terkahir aku ke daci. Event terakhir aku ketemu tituters.
Padahal aku sudah terlanjur janji akan
datang ke acara main ke rumah baru Ice. Yang ia rencanakan hari rabu begitu aku
pulang dari Tasik sehabis test masuk sekolah disana. Aku harus minta maaf sama
dia, aku merasa sangat bersalah kalau sudah membatalkan janji.
Aku hubungi Widi memintanya
menjemputku di gerbang sekolah ketika aku sampai. Sambil menunggu Widi datang
aku bertemu dengan Bajai, Tam tam, dan Ulul di tukang kupat tahu. Aku mengobrol
dengan mereka, sudah lama rasanya aku tidak mengobrol sama bajai sedekat ini.
Ya di hari terkahirku bertemu dengannya ini aku bisa merasakan kebaikanya lagi.
Bajai menunggu comes yang sedang meminta izin berjualan di sekolah. Namun
kemudian comes datang dengan wajah suram “ga bisa jai” ujarnya sambil mengambil
tas gendong miliknya di dekat ku berdiri.
“ga bisa apa?” ujarku kepo.
“biasa selondoh” jawab bajai
“udah ah ki kita balik aja” ujar comes
sambil berlalu ke arah parkiran. Bajai pun menyusulnya sambil sedikit berlari,
namun sebelum ia benar benar meninggalkan aku, ulul, dan tam tam, ia berbalik
dan berkata “oh ya ri, hati hati ya di sana semoga betah, semuanya aku duluan”
aku tak akan pernah melupakan kata kata itu, kenangan terakhir dari seseorang
yang pernah aku suka dan sahabatku berbagi cerita dulu. Bajai pun menghilang di
belokan.
Saat aku duduk di bangku tukang kupat
tahu sebelah tam tam dan ulul sambil menunggu nandia keluar, aku melihat sosok
yang tak asing bagiku keluar dari gerbang, iya mengenakan kemeja hitam
berlengan panjang yang di gulung sampai siku dan kaos hijau tua terlihat di
balik kerahnya, berkulit putih, berambut lurus yang sudah terlalu panjang
menurutku. Ia mencari sesuatu, ia melihat ke kanan dan ke kiri berulang kali,
dan aku sudah tahu siapa yang di carinya. Aku. Aku membiarkan ia terus mencari
keberadaanku yang sebenarnya tidak jauh dari tempat ia berdiri namun aku
terhalang gerobak tukang kupat tahu. Tak lama aku memperhatikanya kebingungan,
akhirnya ia menemukanku. Mata kami saling bertatapan dan aku hanya bisa
tersenyum seraya berkata “Here i am” dan “sorry for make you searching of me”
bersamaan. Aku berdiri dari bangku itu dan berpamitan dengan ulul dan tam tam
“ul, tam aku ke dalem dulu ya.” Dan menghampiri Fire yang sedari tadi
mencariku, ya walau aku tak memberi tahunya kalau aku sudah tiba atau
memintanya menjemputku tapi aku tahu yang dia cari itu aku, entah kenapa dia
bisa tahu padahal aku hanya menghubungi Widi untuk menjemputku.
“hei” sapaku
“hei, kenapa ga ngasih tau aku?”
ujarnya sambil sedikit kesal
“hehe, sory tadinya kan aku minta
jemput Widi”
“ya kenapa ga minta ke aku?”
“iya ya deh sorry, maaf ya?”
Fire mengangguk dan mengajakku masuk.
Saat melewati gerbang, seperti tahun lalu kita melewati pengecekan barang, kita
tidak di izinkan membawa senjata tajam, makanan dari luar dan kosmetik. Setelah
selesai menjalani pemeriksaan, aku melihat Widi tersenyum kearahku, sepertinya
ia sudah menungguku dari tadi disana. Barulah aku tahu kenapa fire bisa tahu
kedatanganku.
Fire pun sudah selesai menjalani
pemeriksaan, kami bertiga pun masuk ke arena sekolah yang sudah di dekor
sedemikian rupa. Stan pertama yang aku kunjungi adalah Stan jurus, di sana ada
Arum dan beberapa orang yang aku kenal. Stan itu juga stanya Fire. Di sana ada
sebuah game panco bersama anggota jurus yang di pilih melalui pilihan amplop,
dan barang siapa yang menang akan di hadiahi teh manis gratis. Kami tertarik
apa lagi saat melihat stan itu belum terlalu ramai.
“re, cobain” ujarku menyenggol lengan
Fire. Fire akhirnya mencoba, padahal itu Stan dia juga. Saat ia memilih amplop,
orang yang tertera namanya di situ akan menjadi lawanya nanti dan yang menjadi
lawanya adalah DIKO! Lawan yang berat, sudah terlihat dari postur tubuhnya yang
besar dan tinggi. Semua orang yang mengetahuinya sontak tertawa, Fire pun
sepertinya sangat kaget. Pertandingan panco di mulai, DIKO VS FIRE! Semua orang
yang menonton bersorak mendukung andalan mereka masing masing tapi tak usah di
ragukan lagi pemenangnya sudah ketahuan dari awal. DIKO menang. Fire belum mau
terima ke kalahanya, ia minta ganti lawan dan memilih amplop lagi, lawan
berikutnya adalah Wito. Kali ini memang tak sebesar Diko tapi tinggi sekali dan
tenaganya sudah tidak bisa di ragukan lagi. Ya kita pasti sudah mengira siapa
pemenangnya. Wito pastinya. Fire masih belum puas, semua masih mendukungnya,
aku juga hanya menonton dan tertawa melihat tingkah Fire yang penuh semangat.
Lawa ketiganya adalah kaka kelas namanya Os. Dia ga tinggi juga ga besar.
Pertandingan di mulai, kali ini pertandingan lebih seru, sepertinya ini lawan
yang seimbang, dan berlangsung lumayan lebih lama dari biasanya tapi tidak ada
yang menang atau kalah karna tiba tiba kedua petarung itu kesakitan dan
menyudahi game itu. Alhasil Fire tetap tidak dapat apa apa.
Aku takut dia merasa malu karna aku
menonton kekalahanya walaupun semua tahu lawan lawannya itu masternya semua.
Aku menyemangatinya “Keren re” ujarku sambil menepuk bahunya.
Setelah itu kita bertiga bertemu Ulul
dan Tam tam lagi, mereka ikut bergabung dengan kami. Kami mengunjungi stan stan
lainya dengan cepat, dan saat di Stan EC (english club) kami di bagikan bunga
dari krep sebagai cindramata, Fire memberika bagianya untuku. Dan kita berhenti
di Stan KIR, stannya Widi dan Fire sebenarnya Ice juga tapi ia belum datang
karna semalem menginap di sekolah dan tertidur di rumahnya sekarang. Aku merasa
bersyukur Ice tidak datang, ya aku ga mau Ice melihat aku bersama Fire. begitu
juga sebaliknya. Di Stan itu ada banyak permainan, aku mecobanya bersama Widi,
kami bermain PinBall berdua dan kalah. Lalu Fire ingin mencobanya, aku
memainkannya bersama Fire, emang dasar otaknya curang dia melakukan trik agar
langsung menang yaitu melempar bolanya agar meloncati pembatas dan langsung
masuk ke Finish. Ya itu memang tidak ada laranganya tapi tetap saja tidak sah,
tidak apa apa sih karna kita Cuma cari ramenya aja.
Setelah itu kita mau lanjut
berkeliling tapi Widi di minta jaga Stan.
Stan berikutnya Stan Airsoft, Stan
milik gerobak (ucup), sebenernya pingin mampir tapi kelihatanya lagi penuh jadi
aku, Ulul dan tam tam hanya menyapa centil sohib kami itu sambil mengejeknya.
Gerobak hanya tertawa dan membalas kami dengan “oh jadi gtu?” ucapan khas dia.
Fire masih mengikutiku di belakang,
setelah semua Stan kita kunjungi kami semua bingung mau diem dimana dan
akhirnya kami memutuskan untuk ke Stan Jurus lagi karna di sana wilayahnya
lebih luas dari yang lain. Aku bertemu Aca sahabatku dan beberapa teman lain
yang baru tiba. Saat sedang mengobrol asik, mereka mengajakku untuk shalat. Aku
pamitan sama Fire, meminta izin shalat. Ya Fire nonis dia ga shalat.
“re aku sholat dulu ya” ujarku
“oh iya sok aku di sekitar sini da”
Sesudah itu aku pergi shalat di masjid
bersama Aca dan Tasya. Ulul dan tam tam kebetulan lagi halangan, dan kami pun
berpisah di sana.
Seusai sholat, aku turun dari mesjid
sendirian, karna Aca bertemu temanya yang lain yang langsung mengajaknya
curhat. Aku mencari keberadaan Fire di Stan Jurus. Aku ga berniat turun
menghampirinya saat itu aku hanya menatapnya dari tangga. Fire belum menyadari
keberadaanku.
Tiba tiba ada seseorang dari belakang
menepuk punggungku, ternyata Arum. Ia menemaniku berdiri disana melihat Stan
jurus tentu saja lebih tepatnya Fire.
“udah bilang ri?” ujarnya kemudian
“belum rum, aku masih belum tega”
jawabku langsung mengerti yang ia maksud.
“iya sih, sekarang teh dia lagi seneng
senengnya keliatanya dan semua orang baru pada tau”
“iya, aku blm tega”
“ya udah sabar aja ya” ujarnya jawaban
singkat yang sebenernya bermakna dalam tapi karna sering di ucapkan maka
kehilangan maknanya itu. Tapi untuk kali ini makna itu kembali lagi khusus
untuk masalahku.
Fire menyadari keberadaanku dan
tersenyum, menghampiriku di tangga itu. Arum sekali lagi menepuk pundaku dan
berbisik “lebih cepat lebih baik.”
“udah sholatnya ri?” ujar Fire membuka
pembicaraan begitu tiba di hadapanku.
“udah, jalan jalan keluar yuk” ajakku,
aku berniat untuk memberi tahunya sesuatu sesuai ucapan Arum tadi, agar semua
selesai lebih cepat.
Jika mau keluar kami harus menitipkan
hp atau benda berharga kami di piket agar kami tidak langsung pulang. Di luar
aku bermaksud untuk memberi tahunya, tapi aku ga tega melihat ia yang tersenyum
sangat bahagia. Ya tuhan, kalau memang
tidak bisa bersatu, jangan hapuskanlah senyum itu dari wajahnya nanti. Kami
hanya berjalan sedikit dan kemudian kepergok nene dan Fia yang sedang duduk di
tukang bakso. Mereka memoyoki kami yang jalan berdua, aku menghampiri mereka
sehingga kita jadi ngomong berempat. Meski topiknya hanya di nikmati mereka
berdua yang memoyoki kami. Kami hanya tertawa dan mencoba membalas berulang
kali. Dan akhirnya tidak lama kemuadian kita kembali masuk karna keadaan di
luar itu sangat panas. Aku belum sempat memberi tahu Fire. sampai di dalam dan
sedah mengambil titipan kami di piket, kami berpisah dengan Fia dan Nene. “Ne
kita pergi yuk takut ganggu” ujar Fia sambil menarik nene dan berlalu meninggalkan
kami.
Saat masuk aku menemukan tempat sepi
di psb. “re, duduk yuk di sana penuh banget” ajakku
Kami duduk di tangga kecil tempat Wifi
paling yahud dekat pintu masuk yang sering di sebut psb.
“kenapa kamu ga mau kesana ri?”
tanyanya ketika kami duduk bersebelahan, memang masih banyak yang berlalu
lalang dan memoyoki kami tapi setidaknya disini kita bisa ngobrol dan aku
berniat memberitahu sesuatu pada Fire.
“karena aku ga suka keramaian kayak
gtu” jawabku.
“kenapa atuh dateng?” tanyanya lagi
“kan mau ketemu tituters, setiap hari
terasa berharga saat ini hehe”jawabku watados, padahal itu membuat kami
menyadari lagi akan kepindahanku. Aku
tidak terlalu suka keramaian seperti itu sejak aku menghadiri open house STM
tahun 2012. Padahal tidak ada yang terjadi disana, semua biasa saja dan sangat
menyenangkan, tapi tiba tiba saja aku muak dengan keadaan seperti itu, sangat
penuh sesak di sana dan membuatku tidak suka lagi dengan keadaan seperti itu.
“aku juga ga suka da keramaian kayak
gini” ujar Fire, entah memang iya apa Cuma biar sama denganku. Kesunyian mengisi ruang diantara kami, dan
akhirnya aku merasa ini waktu yang tepat untuk memberi tahunya sesuatu itu
“re, besok aku pindah” ujarku membuka
pembicaraan yang tadinya sunyi. Fire terlihat sangat terkejut. Ya itu wajar,
karna sampai saat ini pun aku tidak percaya.
“besok? Bukanya minggu depan?”
“di percepat, aku ada test masuk dulu
di sana hari senin nanti”
“jadi hari ini hari terakhir?” wajah
Fire terlihat sangat tegang saat itu, aku bener bener ga tega untuk melanjutkan
yang mau aku sampaikan tapi harus aku sampaikan sesegera mungkin kalau tidak
hanya akan jadi beban pikiranku seorang.
“iya, makanya aku pingin main sampe
sore banget hari ini” ujarku meyakinkannya seraya aku berkata “aku masih pingin
disini”
Kesunyian lagi ada di ruang diantara
kami, aku lanjutkan yang mau aku beritahu padanya.
“re, kamu yakin bisa jarak jauh?”
“ya, aku sering jarak jauh kok”
“wah iya?sama mantan kamu? Berapa
kali?”
“semuanya”
“kok bisa?”
“ya ada yang aku kenal di fb, ada yang
temen aku waktu aku di jakarta dsb”
“kamu pernah pacaran sama yang selain
agama kamu? Islam gtu kayak aku?”
“semua mantan aku islam ri” sepertinya
dia sudah punya firasat tentang yang akan aku sampaikan.
“apa pendapat kamu tentang pacaran
sama yang ga seagama?”
Fire tidak menjawab, ia terlihat
sangat bingung.
“re, aku boleh nanya?”
“apa?”
“apa tujuan kamu pacaran sama aku?”
tanyaku tiba tiba saja itu terlintas di pikiranku, padahal aku benci kata kata
itu. Kata kata itu darinyA di hari hujan 12 juni kemarin.
Fire masih terlihat bingung tapi kali
ini ia menjawab “hmm.. apa ya? Tujuan aku karna aku suka sama kamu, aku pingin
kita deket”
“Cuma itu aja?”
“ya sebenernya..”
“kamu bingung kan? Aku juga bingung
asalnya hehe” putusku
“hehe tuhkan bingung” ia tertawa kecil
mengetahui jawabanku. Aku merasa lega untuk sesaat ia masih bisa tertawa.
“kamu lagi seneng ya re?”
“hehe iya”
“kenapa?”
“karna ada kamu” gombalnya keluar
lagi. Dari dulu dia tetap bisa aja gombalnya.
“dasar hehehe”
“hehehe..” ya kami tertawa bersama
setidaknya kami merasa bahagia lagi untuk beberpa saat sebelum aku melanjutkan
maksudku.
“re, apa pendapat kamu tentang orang
yang pacaran beda agama? Kayak kita” aku kembali mengutarakan pertanyaan itu.
Wajahnya kembali suram, tapi kali ini dia balik bertanya
“menurut kamu gimana?”
Mendengar pertanyaannya itu aku sudah
yakin Fire tahu yang aku maksud, maka aku menjelaskannya lebih rinci
“menurut aku percuma..” wajah Fire
yang tadinya suram jadi tegang dan tekejut, aku melanjutkan kata kata ku tapi
tak tak berani menatapnya, aku luruskan pandanganku kedepan, menatap keramaian
di jauh sana. “orang yang pacarannya beda agama pasti akan putus, cepat atau
lambat. Bisa aja sih kita berfikir ‘mumpung masih muda jalanin aja dulu, da
masih main main’ “ aku melirik sebentar ke arah Fire, melihat wajahnya yang
sedang tertunduk. Jujur aku sangat ga tega, tapi aku mau jadi orang egois saat
ini, aku ga mau kepikiran sampai saat aku pindah nanti. Aku kembali melihat
keramaian disana mengenali beberapa orang yang berlalu lalang disana kemudian
melanjutkannya “tapi, buat apa kita menjalinhubungan yang kita sudah tahu dari
awal ‘ini tidak akan berhasil’ atau ‘kita akan putus’, memulai sesuatu yang
kita tahu pasti akan berakhir.”
Fire masih terdiam. Aku tahu ini melukai
hatinya, apalagi disaat akhir kami bertemu dan usia hubungan kami masih seumur
jagung, di tambah orang orang yang masih memberi selamat pada kami rasanya
sulit untuk menjelaskan pada mereka bahwa kami sudah berakhir beguitu cepat.
“fire?” ujarku memanggilnya memastikan ia masih mendengarkanku
“hmm?” jawabnya terlihat mata bulatnya
yang sekarang sayu, mungkin karna mendengarkan pendapatku yang secara tidak
langsung menyampaikan isi hati dan pikiranku sedari kemarin, maih menunduk.
“aku sayang sama kamu....”
Fire mengangkat kepalanya dan
menatapku lurus, untuk kali ini aku tidak akan menghindari sorot matanya itu.
Aku membalas menatapnya dan terus melanjutkan perkataanku “tapi aku pikir
hubungan kita ga akan berhasil, di tambah aku bakal pindah, aku ga mau ngekang
kamu”
“ngekang?” tanyanya terlihat heran.
“ya, kamu pernah ga mikir? Saat aku
pindah nanti, disini kamu akan bertemu cewe lain yang jauh lebih baik dari aku...”
“aku sukanya sama kamu” potong fire
dan ia tidak melanjutnya lagi
Aku terdiam sesaat, aku tahu ini bukan
saat yang tepat.
“apa yang kamu suka dari aku re?”
“...semuanya...”
“kamu pernah bilang kamu suka sama aku
karna aku lucu, di daci kamu belum kenal semua cewenya, atau di cimahi ini
masih banyak cewe lucu yang seagama sama kamu, kamu Cuma belum tahu aja” aku
benar benar memaksa Fire untuk mengerti aku.
“aku juga ga tahu ri, cewe cewe dari
agama aku tuh beda. Selama ini cewe yang aku suka itu islam, ga tau kenapa. Si
Arta juga pernah cerita dia suka seseorang dan orang itu islam. Kita sependapat,
cewe islam itu beda”
“ya mungkin karna di sekeliling kamu
kebanyakan islam, jadi kamu nemu sosok yang kamu suka itu bukan karna dia islam
tapi karna kebetulan dia islam, pasti ada re, cewe yang seagama sama kamu dan
sifatnya kayak aku. Kalo kamu memang suka aku karna sifatku”
“beda ri”
“gimana kalo pas aku pindah nanti kamu
ketemu cewe yang persis kayak aku, semua fakto yang kamu suka ada di aku juga
dia punya, dia ada di sini deket kamu dan seagama sama kamu?”
“ya ga gimana gimana, aku kan udah punya
kamu”
“tuh kan berarti kamu terkekang re,
kamu menutup diri kamu dari cewe lain Cuma buat aku yang jauh disana, gatau
lagi ngapain dan...” aku terdiam sejenak.
“dan?”
“dan ga tau apa disana aku masih
mikirin kamu apa ngga, ada orang lain ga di sana. Dan kita suatu saat nanti
akan putus.”
Diam, beberapa orang yang lewat masih
saja memoyoki kami, kami hanya membalasnya dengan senyum, seakan tidak terjadi
apa apa saat ini diantara kami.
Nisa dan Andri duduk di bagian tangga
yang lainya dekat kami.
“ri, re, aku di sini ya” ujar nisa
meminta izin.
“iya sok aja” jawabku
“aciee duaan wae yang baru jadian mah”
ujar Nisa polos. Ya kami memang tersenyum menembalinya tapi di dalam hati
kata-kata itu menyakitkan, karna keadaan sesungguhnya diantara aku dam Fire.
“ri, liat Andri sama Nisa.. mereka
beda agama tapi mereka masih awet” ujar fire tiba tiba.
Nisa dan Andri sudah sibuk mojok di
sebelah kami, aku rasa dia tak akan mendengar penuh isi percakapan kami.
“yah..”
“aku tahu pertanyaan ini akan keluar
ri. Aku juga udah pernah berfikir suatu saat kamu pasti nanyain itu. Tapi ga
secepet ini. Aku pikir hubungan kita masih seumur jagung, orang orang baru
tahu, gimana kita ngadepin mereka kalo kita udah putus secepat ini. Aku takut
pertanyaan itu akan keluar, itu yang jadi beban pikiran aku dari kemaren” ujar
Fire lancar, ternyata pikiranya sama denganku, ini memang terlalu cepat. Inilah
yang membuaku menyesal menerimanya saat itu.
“itu sebabnya kamu ngeintrogasi aku
kemaren?”
Fire mengangguk pelan
“aku tahu ini memang bukan waktu yang
tepat, aku juga sebenernya ga tega bilang gini ke kamu sekarang, ngeliat kamu
lagi seneng terus dari tadi, aku juga ngerasa seneng aku pikir kalo aku ngomong
ini sekarang aku akan ngerusak semua, aku takut kamu marah sama aku. Tapi aku musti
ngomong, menurut temenku aku harus ngomong ini face to face sama kamu jangan
lewat media. Jadi kapan lagi aku bisa ketemu kamu? Hari ini terakhir re”
“ya aku tahu itu”
“re, aku ngomong kayak gini bukan
berarti aku ga sayang sama kamu, aku Cuma pingin diskusiin ini sama kamu”
“apa musti aku jawab sekarang?” kali
ini muka Fire benar benar suram. Aku sebenernya pingin jawaban hari itu juga
agar aku bisa pergi dengan tenang. Tapi aku pikir cukup, hari ini aku benar
benar bikin dia bingung aku takut aku akan menciptakan phobia baru untuknya.
“ga harus sekarang kok, yang penting
aku udah nyampein, kamu bisa jawab kalo kamu udah siap”
“ri, kita keluar lagi yu jalan jalan”
ajaknya pada ku.
Kami keluar sekolah lagi dengan
jaminan hp seperti tadi. Di luar kami berjalan jalan melewati rute jalan jalan
kami kemarin. Awalnya tiada satupun dari kami yang bicara hingga..
“ri, besok pindahnya jam berapa?”
“sore”
“besok kita bisa ketemu dulu ga?”
“insyaallah aku usahain re, kalo mama
aku ngizinin, tau sendirikan mama aku gimana”
“iya aku tahu, semoga aja boleh ya”
“iya”
“ri, soal jawaban itu boleh aku
pikirin lagi ga?” kita kembali membicarakan itu. Suasana saat itu memang sepi
jadi kita bisa fokus tidak seperti di sekolah tadi, terlalu banyak gangguan.
“boleh, kamu boleh jawab itu pas aku
kecimahi lagi kok, selama itu kita masih seperti biasa” aku pikir aku bisa
tetap begini sampai aku ketemu dia nanti, selama itu kita bisa terus seperti
ini. Karna aku ga mau hubungan rusak karna kami putus nanti. Aku mau kita akan
tetep jadi temen yang rame kocak dan tetap gj.
“bener? Jangan ada yang berubah!”
seketika wajahnya berubah bahagia
“bener”jawabku. Fire langsung
mengacungkan kelingkingnya dan kami berjanji kelingking tidak akan berubah
sehabis percakapan ini.
Setelah itu kami mengobrol seperti
biasa lagi seperti tidak ada sesuatu yang terjadi pada kami beberapa menit
tadi. Aku menemukan tanaman yang menjari aku ingat, dulu aku sering memainkanya
bersama ayahku. “ayam ayaman” aku mengajak Fire memainkan permainan kampung dan
gj itu tapi itu mainanku dulu. Aku mengajarinya cara membuat mainanya. Dengan daun berjari yang di
bersihkan daun dan tangkai ke-2 dan seterusnya menyisakan tangkai pertama dam
mengikatnya. Fire berulang kali gagal membuatnya saat ia berhasil kita bermain
dan aku kalah, aku bingung dia baru main tapi sudah menang lagi, emang bakat
mungkin. Kami kembali ke sekolah mengambil hp dan menjumpai Widi yang sedari
tadi mengirimiku sms “ri kamu dmn?” da tak sempat aku balas karna hpnya di
piket.
“WIDIII!!” sapaku tiba tiba dari
belakangnya
“AAAAHH! Tari kamu kemana aja aku
cariin juga!” ujar Widi sebal
“maaf, baru kebaca” aku menunjukan
layar hp-ku yang berisi sms darinya tadi.
“heuh! Pacaran wae!” Widi masih
terlihat sebal
“maaf~” aku memeluknya. Membuat semua
anak cowo di sekitar kami langsung merasa jijik “IIIHHH”
Tapi malah membuat aku dan Widi
tertawa, ya berpelukan itu sudah lazim bagi sesama putri tapi anak cowo masih
suka merasa tak adil kenap cewe boleh pelukan sesama cewe tapi cowo ga boleh.
“nih aku juga bisa Fireee~” ujar arta
yang menyaksikan aku dan Widi berpeluka sambil memeluk Fire. giliran aku dan
Widi yang jijik “EUUuh!” tapi itu bisa memancik gelak tawa anatara kami semua,
kemudia Ice datang bersama K. Enatah kenapa K selalu saja bertengger di bahu Ice.
“hai” ujar Ice dan K bersamaan.
“kemana aja kalian?” tanyaku
“kamu yang kemana aja, aku mah disini
aja” ujar Ice
“oh iya lupa haha, trus kenapa kalian
disini aja?” aku mengutarakan pertanyaan bodoh tadinya biar mereka kesal tapi
“ya karna ga di sana aja wkwkwk” ujar
Ice dengan gayanya, dan malah membuatku sebal.
“iiihhh..!” kemudian aku ingat dulu
aku pernah bilang ke Ice di chat ‘kalo ketemu ingetin aku neke kamu, klo kamu
jawab kayak gtu lagi!” kalo ini film fiktif pasti udah muncul tanduk di
kepalaku. Aku mendekati Ice dan dengan cepat melancarkan satu pukulan ringa di
kepalanya
“adaw!” keluh Ice kesakitan
“eh sakit? Maaf tadinya mau
pelan” aku merasa bersalah setelah
menekenya, walau aku rasa itu pukulan tidak aku gunakan tenaga. Aku ga
bermaksud menyakitinya
“ngga!” wajahnya langsung jadi
nyebelin lagi.
Lalu seperti biasa K bertengger lagi
di bahu Ice tapi itu membuatku merasa geli.
“hiii, getek ih liatnya K” ujarku
sambil merinding.
“hahaha, karna aku senang bertengger!”
ujar K GJ.
Aku mengobrol habis habisan sama Ice,
K, Fire dan Arta. mungkin sepertinya aku lebih sering menanggapi perkataan Ice
dan K sedangkan perkataan Fire selalu di jawab sama salah satu dari Ice dan K.
Aku ga sadar ternyata aku tidak terlalu menjawab perkataan Fire, sampai saat Ice,
K dan Arta pergi mengabil tasnya di Stan KIR, Fire berkata padaku “ri, kok
kayaknya beda sih?”
“apanya?” aku bingung dengan yang di
maksud Fire
“ya kalo kamu lagi ngomong sama aku
beda dengan kamu ngomong sama Ice dan K”
“hah?! Ngga ah, aku gitu kok ke semua,
kok kepikiran gtu?”
“soalnya setiap aku ngomong pasti yang
ngejawab mereka, kalo mereka ngomong yang ngejawab kamu” Fire sepertinya
cemburu.
“hehe, itu mah karna aku telmi aja
ngejawabnya, jadi keduluan sama mereka. Ga kok sama aja, percaya deh” aku
mencoba menyakinkan Fire. beberapa saat kemudian Ice, K dan Arta kembali lagi
membawa tas mereka. Aku teringat akan pin kayu yang aku beli di toko anime
kemarin. Aku emang bertujuan memberika itu pada mereka.
“oh ya aku punya sesuatu” aku
mengeluarkan 2 pin itu dari tasku.
“ini buat Ice, yang ini buat Fire” aku
memberika pin bergambar Gara (naruto) pada Ice, kenapa? Karna gara punya mata
yang tajam dan seram mengingatkanku pada mata Ice yang selalu bikin aku kesal,
ya walaupun aku suka itu. Dan model rambutnya sama seperti Ice sedikit berponi
dan rancung. Sedangkan aku berikan satunya lagi pada Fire, aku ga tau itu tokoh
anime apa tapi aku pikir itu mirip Fire banget, ramputnya aga gondrong,
berkulit putih dan rapih. Ya walau ga mirip mirip banget, tapi aku pikir itu
sangat mirip.
Kemudian aku mengeluarkan tempat
pinsil lingkar dari kantongku, aku berikan itu pada K yang ada di sana, karna
aku ga menemukan tokoh anime yang mirip dia.
Disana ada Diko “hmm, wah ini mah buat
ipa 3 aja nih hmm” ujar diko sambil memegang dagu seraya berfikir padahal aku
tahu dia bercanda tapi mau.
Aku keluarkan oleh oleh terakhirku
yaitu tempat pinsil lingkar juga aku berikan padanya “tenang nih masih ada
satu”
Tempat pinsil itu sama seperti yang
pernah aku berikan pada Fire saat ia ulang tahun.
Awalnya Fire menolak kalau pin itu
mirip denganya, yang lainya mendukung dan saat aku bandingkan memang beda jauh,
tapi ngeliat itu aku inget Fire kok. Beda dengan Gara yang aku berikan ke Ice
memang mirip banget padahal aku pikir asalnya yang mirip Cuma matanya.
Trus, Diko dan K merasa aneh denga
tempat pinsil lingkar yang aku berikan, mereka membukanya dan menutupnya
berkali kali dan mencari fungsinya.
“buat apa ini?” ujar K
“buat pinsil”
“ya ri aku udah berjanji ga bakal
ganti cepuk aku itu sampe ruksak” ia
mengingatkanku pada tempat pinsil merah miliknya tempat ia menyimpan puluhan
pinsil dapet nemu di kelas, dia punya dari yang paling pendek sampe yang baru.
“ya cari fungsi lain aja” aku memberi
saran
Dan dia menemukan fungsi fungsi aneh
dari tempat pinsil itu. Ia bertarung dengan Fire yang juga punya tempat pinsil
itu, ternyata Fire membawa tempat pinsil itu kemana mana, sungguh terharu hehe.
Ice yang ga ikut ikutan menunjukan sesuatu di balik jaketnya
“ri liat!” pintanya
Saat aku lihat, ia sudah mengenakan
pin itu di dada kiri kausnya walau tertutupi jeket hitam miliknya. Aku merasa
senang melihatnya, berarti dia suka pemberianku.
“cie, bagus bagus, kerendah cakep.
PINnya” aku memuji muji dirinya saking aku senangnya,
“ri, katanya kamu punya badnews.
Apa?”tanya Ice padaku, menagih janji tandi malam.
“oh, hmmm~ besok aku pindah” aku
mengucapkanya pelan namun jelas sehingga ia bisa menangkapnya dengan baik.
Wajahnya terlihat kaget, aku ga pernah kepikiran dia bakal sekaget itu. Wajahnya
yang asalnya senang tiba tiba murung dan berkata
“bukanya minggu depan?”
“ngga, di percepat. Kamu tau kan aku
ada test nanti senin, kata ayah aku udah disana nanti ga usah balik lagi”
“jadi hari ini hari terakhir kamu?”
Aku mengangguk lemah, kok rasanya lebih
sakit memberitahu Ice kalo aku mau pindah di banding saat aku memberi tahu Fire
tadi. Wajahnya benar benar suram, benar benar membuat aku merasa bersalah.
“maaf ya ga bisa ikut main ke rumah kamu” ujarku benar benar merasa bersalah.
Aku ingat kata nene di kantin tadi siang
Flash back
“ri, kenapa kamu ga milih temenya aja
yang islam?” ujar nene di kantin saat aku mengantar Widi jajan.
“temenya? Ice?” aku bingung dengan
pertanyaan nene, sepertinya ia tahu sesuatu
“iya” jawab nene polos
“dia kan ga suka sama aku” jawabku
simple tadi menunjukan ‘kalo saja iya’
“ah perasaan iya deh dia suka sama
kamu” nene mengucap itu sambil berlalu menyusul Fia di depanya
Aku beneran kaget, jantungku berdetak
kencang
Mengingat kata nene tadi, aku jadi
sedikit berharap, apalagi melihat ekspresinya yang suram itu.
Tapi pasti hanya perasaanku saja, itu
semua rasanya ga mungkin, aku ingin memastikanya.
“what should i do, ri?” tanyanya
padaku dengan wajah suram
“ada yang mau kamu sampein ke aku?”
aku memancingnya tapi..
“hmmm~~” ia menuliskan sesuatu di
tanganya dengan cepat menyimpanya di kepala dan seperti melempar tulisan
bayangan itu ke aku. Kemudia tertawa. ...gagal.
Aku ga ngerti maksudnya apa ya
sudahlah.
Ice, K, Widi dan beberapa temanku yang
lain menonton band di depan panggung. Aku memang ga suka keramaian seperti itu
sehingga aku dan Fire yang menemaniku hanya duduk di depan Stan jurus. Kami
mengobrol banyak, sampai sore. Bersama Arum, aku berbisik pada arum “rum, aku
udah ngomong”
“wah? Terus gimana?”
“dia minta waktu”
“oh ya udah gpp gtu mah”
Dan Fire kepo. “ngomongin apa hayo?”
tanyanya
“KEPO!” ujarku dan Arum bersamaan.
Hari sudah semakin sore tapi bintang
tamu utama belum juga tampil, mamaku sudah menelfon sedari tadi menyuruhku
pulang.
Adzan magrib,
“aku mau pulang ya” ujarku pada yang
lain
“naik apa?” tanya Fire
“ojek”
“oh ya udah atuh sini aku anter” tawar
Fire, fire ga bawa motor jadi pasti maksudnya nganter aku ke pangkalan ojek.
“emang ojegnya ga pada solat?” ujar K
tiba tiba
“oh iya ya lagi pada solat mungkin,
huh mana gelap gini” keluhku
“ya udah nanti pulangnya nungguin mama
aku jemput ri” pinta Widi yang sedang nelfon mamanya
“ya boleh deh, ah kalo aja ada yang
bisa aku tebengin pulang” ujarku berharap ada seseorang yang tergerak hatinya
untuk ngater aku, tapi disana hanya ada K yang bawa motor.
“K kamu bawa motor?” ujarku mulai melirik
K, siapa tau berbaik hati. Tapi aku ingat ‘ah
nanti si Fire marah dong’ sehingga aku mengurungkan niatku.
“bawa kok” ujar K santai
“nah si K aja, K anterin si Tari
pulang ya?” pinta Fire yang sontak membuatku kaget. ‘kok malah nyuruh sih? Bukanya cemburu’ aku bingung, itu memang
Fire serius apa, nyepet aku?
“boleh aja sih da searah” ujar K
menanggapi dalam hatiku ‘eits tunggu
tunggu, ini kok malah setuju lagi’
Fire mengambil tasku dan
menyelendangkanya pada tubuhnya.
“ih mamantes” ujarku yang heran kenapa
tasku di ambil
“aku bawain sampe depan ri” ujarnya
santai
K dan widi hanya tertawa pelan. Kami
pergi ke pintu gerbang menunggu mama Widi menjemput. Fire mengantar K mengambil
motor ke parkiran melewati jalan yang gelap gulita sambil tetap menahan tasku.
Hari semakin gelap, aku jadi mengingat
saat aku diantar Ice ke pangkalan ojeg dengan sepedahnya di malam itu. Aku
tertawa sendiri mengingatnya, sebenernya aku pingin pamitan sama Ice, tapi aku
tak melihatnya lagi sedari tadi. Aku menceritakan saat itu pada Widi di
sebelahku, tiba tiba ada motor yang berhenti tepat di hadapanku, aku pikir
siapa karna langit sudah gelap banget dan tidak ada lampu disana. Ternyata Fire
dan K sudah tiba dari lapang parkir. Bersamaan dengan mamanya Widi. Akhirnya
widi pamitan pulang, sebelum mereka pergi mamanya Widi berpesan padaku, agar
betah di sana, jangan lupa sama Widi sering sering main ke rumah Widi, nanti
nginep disana. Dan “semoga dapat temen baru yang baik” namun tiba tiba Widi
berkata “ih mama jangan. Nanti lupa sama Widi” ujarnya seperti anak kecil yang
somntak membuat aku dan mamanya Widi tertawa.
Widi dan mamanya pun pergi, K sudah
siap dengan motornya.
“re tas aku!” pintaku sambil memegang
tas yang masih di selendang Fire. fire tertawa da memberikanya padaku.
“k hati hati ya!” ujarnya tegas pada K
seraya memerintah menjagaku
“ri hati hati ya di jalan” ujarnya
padaku dengan lembut, terlihat sekali perbedaannya. Sekarang aku tahu kenapa
Fire mengizinkan aku pulang sama K karna dia merasa itu jauh lebih aman dari
pada sama tukang ojeg dan dia sudah percaya K.
Aku melambaikan tangan saat motor
berlalu meninggalkan sekolah.
K ternyata ngebut juga, dia berhasil
menyusul Widi dan mamanya yang sudah berangkat dari tadi. Sepanjang jalan aku
mengobrol dengan K. Aku ga inget kita ngobrol apa yang aku ingat hanya setiap
aku memintanya belok dan menuntunya ke rumahku. Sesampainya di rumahku yang dia
katakan “waw, besar juga rumahnya”
“ya lumayan hehe”
Kemudian pamitan dan pergi lagi.
Hari yang melelahkan dan berat juga
berkesan. “Let it flow ~ Let it Flow~”
Komentar
Posting Komentar
Tinggalkan komentar agar penulis semakin semangat ya, terimakasih sudah berkunjung :)